HADITS KETUJUH BELAS
Wednesday, August 19, 2015
Add Comment
الحــديث السابع عشر
HADITS KETUJUH BELAS
عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّاد ابْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ كَتَبَ
اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ
وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ
وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ .
[رواه مسلم]
Terjemah
hadits / ترحمة الحديث :
Dari Abu
Ya’la Syaddad bin Aus radhiallahuanhu dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda : Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan)
atas segala sesuatu . Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal
tersebut. Jika kalian menyembelih berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah
kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya.
(Riwayat
Muslim)
Pelajaran yang terdapat
dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.
Syariat Islam menuntut perbuatan ihsan kepada setiap makhluk termasuk
diantaranya adalah hewan.
2. Tidak
boleh menyiksa dan merusak tubuh sebagai sasaran dan tujuan, tidak juga boleh
menyayat-nyayat orang yang dihukum qishash.
3.
Termasuk ihsan juga berbuat baik terhadap hewan ternak dan belas kasih
terhadapnya. Tidak boleh membebaninya diluar kemampuannya serta tidak
menyiksanya saat menyembelihnya.
الحـديث الثـامن
HADITS
KEDELAPAN
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ
النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً
رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا
ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءُهُمْ وَأَمْوَالُـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ
الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ
[رواه البخاري ومسلم ]
Terjemah
hadits / ترجمة الحديث :
Dari Ibnu
Umar radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda : Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi
bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan
shalat, menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu maka darah dan
harta mereka akan dilindungi kecuali dengan hak Islam dan perhitungan
mereka ada pada Allah Subhanahu wata'ala.
(Riwayat
Bukhori dan Muslim)
Catatan :
Hadits ini secara praktis
dialami zaman kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, sejumlah rakyatnya ada yang
kembali kafir. Maka Abu Bakar bertekad memerangi mereka termasuk di antaranya
mereka yang menolak membayar zakat. Maka Umar bin Khottob menegurnya seraya
berkata : “ Bagaimana kamu akan memerangi mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha
Illallah sedangkan Rasulullah telah bersabda : Aku diperintahkan…..(seperti
hadits diatas)” . Maka berkatalah Abu Bakar : “Sesungguhnya zakat adalah haknya
harta”, hingga akhirnya Umar menerima dan ikut bersamanya memerangi
mereka.
Pelajaran yang terdapat
dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.
Maklumat peperangan kepada mereka yang musyrik hingga mereka selamat.
2.
Diperbolehkannya membunuh orang yang mengingkari shalat dan memerangi mereka
yang menolak membayar zakat.
3.
Tidak diperbolehkan berlaku sewenang-wenang terhadap harta dan darah kaum
muslimin.
4.
Diperbolehkannya hukuman mati bagi setiap muslim jika dia melakukan
perbuatan yang menuntut dijatuhkannya hukuman seperti itu seperti : Berzina
bagi orang yang sudah menikah (muhshan), membunuh orang lain dengan sengaja dan
meninggalkan agamanya dan jamaahnya .
5.
Dalam hadits ini terdapat jawaban bagi kalangan murji’ah yang mengira bahwa
iman tidak membutuhkan amal perbuatan.
6.
Tidak mengkafirkan pelaku bid’ah yang menyatakan keesaan Allah dan menjalankan
syari’atnya.
7.
Didalamnya terdapat dalil bahwa diterimanya amal yang zhahir dan menghukumi
berdasarkan sesuatu yang zhahir sementara yang tersembunyi dilimpahkan kepada
Allah.
Hadits Tentang
Memelihara Persaudaraan
Semangat
persaudaraan di antara sesama Muslim hendaknya didasari karena Allah semata,
karena ia akan menjadi barometer yang baik untuk mengukur baik-buruknya suatu
hubungan. Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat Allah berfirman: Dimanakah
orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada
naungan selain naungan-Ku ini, aku menaungi mereka dengan naungan-Ku.”
(RiwayatMuslim)
Dalam
hadits lain Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang bersaudara dengan seseorang
karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya ke suatu derajat di surga yang
tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dariamalnya.” (Riwayat Muslim)
Dalam keterangan yang lain Nabi Muhammad menjelaskan, “Di sekeliling Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah (cemerlang) pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami tentang mereka.” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Riwayat Nasa’i dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu)
Dalam keterangan yang lain Nabi Muhammad menjelaskan, “Di sekeliling Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah (cemerlang) pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami tentang mereka.” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah.” (Riwayat Nasa’i dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu)
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
عن النعما ن بن بشير رضى الله عنهما قا ل : قا ل رسو ل الله صلى
الله عليه وسلم :
تر ى المؤ منين فى تراحمهم وتوا دهم وتعا طفهم كمثل الجسد اذا اشتكى عضو تداعى
سا ئر جسده بالسهر و الحمى . (اخرجه البخارى : كتاب الأدب : – باب رحمة الناس والبهائم)
تر ى المؤ منين فى تراحمهم وتوا دهم وتعا طفهم كمثل الجسد اذا اشتكى عضو تداعى
سا ئر جسده بالسهر و الحمى . (اخرجه البخارى : كتاب الأدب : – باب رحمة الناس والبهائم)
Artinya
: “An-Nu’man bin Basyir berkata, Nabi SAW. Bersabda, ‘Anda akan melihat kaum
mukminin dalam kasih saying dan cinta-mencintai, pergaulan metreka bagaikan
satu badan, jika satu anggotanya sakit, maka menjalarlah kepada lain-lain
anggota lainnya sehingga badannya terasa panas dan tidak dapat tidur.”
Dikeluarkan oleh Bukhori : (78) kitab “Tatakrama”,”(27) bab: “Kasih sayang
kepada Manusia dan Binatang”)
Hadits di atas menggambarkan hakikat antara hubungan sesama kaum muslimin yang begitu eratnya menurut Islam. Hubungan antara mereka dalam hal kasih saying, cinta, dan pergaulan diibaratkan hubungan antara anggota badan, yang satu sama lain saling membutuhkan, merasakan, dan tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu anggota badan tersebut sakit, anggota badan lainnya ikut merasakan sakit.
Dalam hadits lain dinyatakan bahwa hubungan antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling melengkapi. Bangunan tidak akan berdiri kalau salah satu komponennya tidak ada ataupun rusak. Hal itu menggambarkan betapa kokohnya hubungan antara sesame umat Islam.
Itulah salah satu kelebihan yang seharusnya dimiliki oleh kaum mukmin dalam berhubungan anatara sesame kaum mukminin. Sifat egois atau mementingkan diri sendiri sangat ditentang dalam Islam. Sebaliknya umat Islam memerintahkan umatnya untuk bersatu dan saling membantu karena persaudaraan seiman lebih erat daripada persaudaraan sedarah. Itulah yang menjadi pangkal kekuatan kaum muslimin, setiap muslim merasakan penderitaan saudaranya dan mengulirkan tangannya untuk membantu sebelum diminta yang bukan didasrakan atas “take and give” tetapi berdasarkan Illahi.
Salah satu lanadsan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau bersaudara ialah persamaan kepercayaan atau akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang sebelum Islam selalu berperang dan bercerai-berai tetapi setelah mereka menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir maupun batin, merka dapat bersatu.
Menurut M Quraisy Shihab, berdasarkan ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an, ada empat macam bentuk persaudaraan :
1. Ukhuwah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah.
2. Ukhuwah Insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara karena berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah SAW juga menekankan hal ini melalui sebuah hadits :
Hadits di atas menggambarkan hakikat antara hubungan sesama kaum muslimin yang begitu eratnya menurut Islam. Hubungan antara mereka dalam hal kasih saying, cinta, dan pergaulan diibaratkan hubungan antara anggota badan, yang satu sama lain saling membutuhkan, merasakan, dan tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu anggota badan tersebut sakit, anggota badan lainnya ikut merasakan sakit.
Dalam hadits lain dinyatakan bahwa hubungan antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling melengkapi. Bangunan tidak akan berdiri kalau salah satu komponennya tidak ada ataupun rusak. Hal itu menggambarkan betapa kokohnya hubungan antara sesame umat Islam.
Itulah salah satu kelebihan yang seharusnya dimiliki oleh kaum mukmin dalam berhubungan anatara sesame kaum mukminin. Sifat egois atau mementingkan diri sendiri sangat ditentang dalam Islam. Sebaliknya umat Islam memerintahkan umatnya untuk bersatu dan saling membantu karena persaudaraan seiman lebih erat daripada persaudaraan sedarah. Itulah yang menjadi pangkal kekuatan kaum muslimin, setiap muslim merasakan penderitaan saudaranya dan mengulirkan tangannya untuk membantu sebelum diminta yang bukan didasrakan atas “take and give” tetapi berdasarkan Illahi.
Salah satu lanadsan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau bersaudara ialah persamaan kepercayaan atau akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang sebelum Islam selalu berperang dan bercerai-berai tetapi setelah mereka menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir maupun batin, merka dapat bersatu.
Menurut M Quraisy Shihab, berdasarkan ayat-ayat yang ada dalam Al-Qur’an, ada empat macam bentuk persaudaraan :
1. Ukhuwah ‘ubudiyyah atau saudara kesemakhlukan dan ketundukan kepada Allah.
2. Ukhuwah Insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara karena berasal dari seorang ayah dan ibu. Rasulullah SAW juga menekankan hal ini melalui sebuah hadits :
كونوا
عباد الله اخوانا ( رواه البخارى عن أبى هريره)
3. Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah fi ad-din al-Islam, persaudaraan muslim. Rasulullah SAW bersabda :
أنتم أصحابى اخواننا الذين يأتون بعدى
Artinya :
“Kalian adalah saudara-saudaraku, saudara-saudara kita adalah yang dating sesudah (wafat)ku.”
Persaudaraan dalam Islam mengandung arti cukup luas tetapi persaudaraan antar sesama muslim adalah pertama dan sangat utama. Sebagiamana disebutkan dalam ayat :
انما المؤمنون اخوة (الحجرات : )
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (Q.S. Al-Hujurat : 10)
Dalam syari’at Islam banyak ajaran yang mengandung muatan untuk lebih mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sesama umat Islam.
Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan karena bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu.
Orang yang selalu bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu factor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula ialah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya, yakni menghubungkan silaturahmi. Bagi mereka yang bertakwa Allah akan memberikan kemudahan dalam setiap urusannya. Allah SWT berfirman :
3. Ukhuwah Wathaniyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.
4. Ukhuwah fi ad-din al-Islam, persaudaraan muslim. Rasulullah SAW bersabda :
أنتم أصحابى اخواننا الذين يأتون بعدى
Artinya :
“Kalian adalah saudara-saudaraku, saudara-saudara kita adalah yang dating sesudah (wafat)ku.”
Persaudaraan dalam Islam mengandung arti cukup luas tetapi persaudaraan antar sesama muslim adalah pertama dan sangat utama. Sebagiamana disebutkan dalam ayat :
انما المؤمنون اخوة (الحجرات : )
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (Q.S. Al-Hujurat : 10)
Dalam syari’at Islam banyak ajaran yang mengandung muatan untuk lebih mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sesama umat Islam.
Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan karena bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu.
Orang yang selalu bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu factor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula ialah meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya, yakni menghubungkan silaturahmi. Bagi mereka yang bertakwa Allah akan memberikan kemudahan dalam setiap urusannya. Allah SWT berfirman :
……ومن يتق الله يجعل له مخرجا . ويرزقه من
حيث لا يحتسب …… (الطلاق : )
Artinya :
Barang siapa yang bertakwa pada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.
(Q.S. Ath-Thalaq: 2-3)
Bagi mereka yang suka silaturahmi akan dipanjangkan usianya adalah sangat logis meskipun memerlukan pemahaman dan persepsi yang berbeda. Memang benar umur manusia itu sudah dibatasi dan tidak ada seorang pun yang mampu mengubah kehendak Allah. Akan tetapi dengan banyaknya silaturahmi, akan banyak berbuat kebaikan dengan sesama manusia yang berarti pula akan semakin banyak mendapatkan pahala.
Banyak silaturahmi pun akan menumbuhkan rasa kasih sayang anatra sesama dan menimbulkan ghairah hidup tersendiri karena ia banyak saudara yang akan bahu membahu dalam memecahkan berbagai problematika hidup yang selalu mengikuti manusia.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa hubungan sesame manusia tidaklah selamanya baik, ada problem dan pertentangan. Hidup adalah perjuangan, tantangan, pengorbanan, dan sekaligus perlombaan anatar sesama manusia. Tidak heran kalau terjadi gesekan antar sesama dan tidak mungkin dapat dihindarkan.
Namun demikian, gesekan atau permusuhan tersebut jangan sampai diperpanjang hingga melebihi tiga hari yanag ditandai dengan tidak saling menegur sapa dan saling manjauhi. Hal ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Memang benar setiap manusia memiliki ego dan gengsi sehingga hal ini sering mengalahkan akal sehat akan tetapi untuk apa mempertahankan gengsi bila hanya menyebabkan pelanggaran aturan agama dalam berhubungan dengan sesama.
Di antara cara efektif untuk membuka kembali hubungan yang telah terputus adalah dengan mengucapkan salam sebagai tanda dibukanya kembali hubungan kekerabata. Ini bukan bahwa orang yang memulai salam berarti telah kalah tetapi ia telah melakukan perbuatan sangat mulia dan terpuji di sisi Allah SWT.
Artinya :
Barang siapa yang bertakwa pada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.
(Q.S. Ath-Thalaq: 2-3)
Bagi mereka yang suka silaturahmi akan dipanjangkan usianya adalah sangat logis meskipun memerlukan pemahaman dan persepsi yang berbeda. Memang benar umur manusia itu sudah dibatasi dan tidak ada seorang pun yang mampu mengubah kehendak Allah. Akan tetapi dengan banyaknya silaturahmi, akan banyak berbuat kebaikan dengan sesama manusia yang berarti pula akan semakin banyak mendapatkan pahala.
Banyak silaturahmi pun akan menumbuhkan rasa kasih sayang anatra sesama dan menimbulkan ghairah hidup tersendiri karena ia banyak saudara yang akan bahu membahu dalam memecahkan berbagai problematika hidup yang selalu mengikuti manusia.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa hubungan sesame manusia tidaklah selamanya baik, ada problem dan pertentangan. Hidup adalah perjuangan, tantangan, pengorbanan, dan sekaligus perlombaan anatar sesama manusia. Tidak heran kalau terjadi gesekan antar sesama dan tidak mungkin dapat dihindarkan.
Namun demikian, gesekan atau permusuhan tersebut jangan sampai diperpanjang hingga melebihi tiga hari yanag ditandai dengan tidak saling menegur sapa dan saling manjauhi. Hal ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
Memang benar setiap manusia memiliki ego dan gengsi sehingga hal ini sering mengalahkan akal sehat akan tetapi untuk apa mempertahankan gengsi bila hanya menyebabkan pelanggaran aturan agama dalam berhubungan dengan sesama.
Di antara cara efektif untuk membuka kembali hubungan yang telah terputus adalah dengan mengucapkan salam sebagai tanda dibukanya kembali hubungan kekerabata. Ini bukan bahwa orang yang memulai salam berarti telah kalah tetapi ia telah melakukan perbuatan sangat mulia dan terpuji di sisi Allah SWT.
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Salah
satu lanadsan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau bersaudara ialah
persamaan kepercayaan atau akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang
sebelum Islam selalu berperang dan bercerai-berai tetapi setelah mereka
menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir maupun batin,
merka dapat bersatu.
Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan karena bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu.
Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan karena bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu.
الحـديث الثالث عشر
HADITS KETIGA BELAS
عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسْ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ،
خَادِمُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
[رواه البخاري ومسلم]
Terjemah
hadits :
Dari Abu
Hamzah, Anas bin Malik radiallahuanhu, pembantu Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, beliau bersabda: Tidak
beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana
dia mencintai dirinya sendiri.
(Riwayat
Bukhori dan Muslim)
Pelajaran yang terdapat
dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.
Seorang mu’min dengan mu’min yang lainnya bagaikan satu jiwa, jika dia
mencintai saudaranya maka seakan-akan dia mencintai dirinya sendiri.
2.
Menjauhkan perbuatan hasad (dengki) dan bahwa hal tersebut bertentangan dengan
kesempurnaan iman.
3.
Iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang
dengan kemaksiatan.
4.
Anjuran untuk menyatukan hati.
A.
PENGANTAR
Dalam
sebuah majalah yang pernah penulis baca, dikisahkan bahwa ada seorang muballigh
dari Cina tatkala berceramah di hadapan jama’ah Indonesia, dia mengemukakan
hadits ini seraya berkomentar: “Bapak-bapak, ibu- ibu, seharusnya banyak
bersyukur, karena bapak ibu tidak perlu repot-repot pergi ke Cina, karena orang
Cina-nya sudah datang ke sini”!!!
Sepanjang
ingatan penulis juga, hadits ini tercantum dalam buku pelajaran kurikulum
sekolah Tsanawiyyah masa penulis (entah kalau sekarang), sehingga dulu pernah
ada seorang kawan menyampaikan hadits ini tatkala latihan ceramah, kemudian ada
seorang ustadz yang menegur: “Untuk apa menuntut ilmu ke China? Ilmu apa yang
mau dicari di sana? Ilmu dunia atau agama?”.
Nah,
apakah hadits yang kondang ini shohih dari Nabi? Inilah yang akan menjadi
pembahasan kita pada edisi kali ini. Semoga bermanfaat.
.
B.
TEKS HADITS
اطْلُبُوْا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ
Carilah ilmu sekalipun di negeri Cina.
BATHIL. Diriwayatkan oleh;
- Ibnu
Adi (2/207),
- Abu
Nu’aim dalam Akhbar Ashbahan (2/106),
- Al-Khotib
dalam Tarikh (9/364) dan Ar-Rihlah 1/2,
- al-Baihaqi
dalam al-Madkhal (241, 324),
- Ibnu
Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi (1/7-8) dari jalan Hasan bin
Athiyah, menceritakan kami Abu A’tikah Tharif bin Sulaiman dari
Anas secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam).
- Mereka
semuanya menambahkan:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
muslim
- Kecacatan
hadits ini terletak pada Abu A’tikah. Dia telah disepakati kelemahannya.
- Bukhori
berkata: “Munkarul hadits”.
- Nasa’i
berkata: “Tidak terpercaya”.
- Abu
Hatim
berkata: “Haditsnya hancur”.
- Al-Marwazi
bercerita: “Hadits ini pernah disebut di sisi Imam Ahmad, maka
beliau mengingkarinya dengan keras”.
- Ibnul
Jauzi
mencantumkan hadits ini dalam al-Maudhu’at (1/215) dan berkata, “Ibnu
Hibban berkata: “Hadits bathil, tidak ada asalnya.” Dan disetujui
as-Sakhawi[1].
C.
MENGKRITISI MATAN HADITS
Syaikh
Abdul Aziz bin Baz berkata setelah menjelaskan lemahnya hadits ini:
“Seandainya
hadits ini shahih, maka tidaklah menunjukkan tentang keutamaan negeri Cina dan
penduduknya, karena maksud hadits ini -kalaulah memang shahih- adalah
anjuran untuk menuntut ilmu sekalipun harus menempuh perjalanan yang sangat
jauh[3], sebab menuntut ilmu
merupakan perkara yang sangat penting sekali, karena ilmu merupakan sebab
kebaikan dunia dan akherat bagi orang yang mengamalkannya. Jadi, bukanlah
maksud hadits ini adalah negeri Cina itu sendiri, tetapi karena Cina adalah
negeri yang jauh dari tanah Arab, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjadikannya sebagai permisalan. Hal ini sangat jelas sekali bagi orang yang
mau memperhatikan hadits ini”.[4]
.
D.
TAMBAHANNYA SHOHIH?
Adapun
tambahan dalam hadits ini dengan lafadz:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
muslim.
- Syaikh
Al-Albani
berkata: “Lafadz ini diriwayatkan dari banyak jalur sekali dari Anas
sehingga bisa terangkat ke derajat hasan sebagaimana dikatakan oleh
Al-Hafizh al-Mizzi. Saya telah mengumpulkan hingga sekarang sampai delapan
jalur. Selain dari Anas, hadits juga diriwayatkan dari sejumlah sahabat
lainnya seperti Ibnu Umar, Abu Sa’id, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali. Saya
sekarang sedang mengumpulkan jalur-jalur lainnya dan menelitinya sehingga
bisa menghukumi statusnya secara benar baik shohih, hasan, atau lemah.
Setelah itu, saya mempelajarinya dan mampu mencapai kurang lebih dua puluh
jalur dalam kitab Takhrij Musykilah Al-Faqr (48-62) dan saya
menyimpulkan bahwa hadits ini derajatnya hasan”.[5]
- Al-Hafizh
As-Suyuthi
juga telah mengumpulkan jalur-jalur hadits ini dalam sebuah risalah khusus
“Juz Thuruqi Hadits Tholabil Ilmi Faridhotun Ala Kulli Muslimin”,
telah dicetak dengan editor Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, cet Dar
“Ammar, Yordania.
Namun
perlu kami ingatkan di sini bahwa hadits ini memiliki tambahan yang yang
populer padahal tidak ada asalnya yaitu lafadz “dan muslimah“.
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap
muslim dan muslimah.
- Tambahan
lafadz وَمُسْلِمَةٍ tidak ada
asalnya
dalam kitab-kitab hadits. Syaikh al-Albani mengatakan, “Hadits ini masyhur
pada zaman sekarang dengan tambahan وَمُسْلِمَةٍ padahal
tidak ada asalnya sedikitpun. Hal ini ditegaskan oleh al-Hafizh
as-Sakhawi. Beliau berkata dalam al-Maqashid al-Hasanah (hal. 277):
“Sebagian penulis telah memasukkan hadits ini dengan tambahan وَمُسْلِمَةٍ, padahal tidak disebutkan dalam berbagai jalan hadits
sedikitpun”.[6]
Sekalipun
demikian, makna tambahan ini benar, karena perintah menuntut ilmu
mencakup kaum pria dan wanita juga. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho berkata:
“Hadits “menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim” mencakup wanita juga dengan
kesepakatan ulama Islam, sekalipun tidak ada tambahan lafadz “dan muslimah”.
Akan tetapi, matan-nya adalah shohih dengan kesepakatan ulama“.[7]
Semoga
Allah merahmati Al-Hafizh Ibnul Jauzi tatkala berkata:
“Saya
selalu menganjurkan manusia untuk menuntut ilmu agama, karena ilmu adalah
cahaya yang menyinari, hanya saja saya memandang bahwa para wanita lebih utama
dengan anjuran ini, dikarenakan jauhnya mereka dari ilmu dan menguatnya hawa
nafsu pada diri mereka”. Lanjutnya: “Wanita adalah manusia yang dibebani
seperti kaum pria, maka wajib olehnya untuk menuntut ilmu agar dia dapat
menjalankan kewajiban dengan penuh keyakinan”.[8]
Sejarah
telah mencatat nama-nama harum para wanita yang menjadi para ulama dalam bidang
agama, Al-Qur’an, hadits, syair, kedokteran dan lain sebagainya.[9]
.
E.
HADITS-HADITS LEMAH TENTANG ILMU
Tidak
ragu lagi bahwa menunut ilmu merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim.
Namun, bukanlah hal itu berarti kita menganjurkan mereka dan menggalang
semangat mereka dengan hadits-hadits dusta yang disandarkan kepada Nabi yang
mulia seperti yang dilakukan oleh banyak penceramah dan penulis, seperti
hadits:
اطْلُبُوْا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى اللَّحْدِ
Carilah ilmu sejak bayi hingga ke liang
kubur.
- TIDAK
ADA ASALNYA. Demikian
ditegaskan Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz.[10]
.
Seperti
juga:
مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ, وَمَنْ
أَرَادَ الأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ,
وَمَنْ أَرَادَهُمَا
فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Barangsiapa yang menghendaki dunia,
maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki akherat,
maka hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki dunia akherat,
maka hendaknya dia berilmu.
- TIDAK
ADA ASALNYA.
- Yang
benar ini adalah ucapan Imam Syafi’i, bukan ucapan Nabi.
.
Dan
masih banyak lagi lainnya hadits-hadits lemah yang sering dibawakan untuk
menganjurkan manusia agar semangat menuntut ilmu[11].
Sekali
lagi, kita tidak butuh dengan hadits-hadits lemah, cukuplah bagi kita
dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits yang shohih dan ucapan para ulama[12].
.
F.
PENUTUP
Berbicara
tentang ilmu sangat panjang sekali, namun ada satu point penting yang ingin
kami tekankah di sini bahwa banyak para penulis dan penceramah tatkala
membawakan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits baik yang shohih maupun tidak
shohih, mereka memaksudkannya kepada ilmu dunia. Ini adalah suatu kesalahan, karena
setiap ilmu yang dipuji oleh dalil-dalil tersebut maksudnya adalah ilmu agama,
ilmu Al-Qur’an dan sunnah[13], sekalipun kita
tidak mengingkari ilmu-ilmu dunia seperti kedokteran, arsitek, pertanian,
perekonomian dan sebagainya, tetapi ini bukanlah ilmu yang dimaksud dalam
dalil-dalil tersebut, dan hukumnya tergantung kepada tujuannya, apabila
ilmu-ilmu dunia tersebut digunakan dalam ketaatan maka baik, dan bila digunakan
dalam kejelekan maka jelek. Perhatikanlah hal ini baik-baik, semoga Allah
menambahkan ilmu bagimu.[14]
.
.
CATATAN
KAKI
[1] Al-Maqashid
al-Hasanah hal. 63
[2] Silsilah Ahadits
adh-Dha’ifah: 416
[3] Oleh karenanya, Rihlah
(melakukan perjalanan jauh) untuk menuntut ilmu adalah kebiasaan para ulama
salaf terdahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka,
bahkan tak sedikit diantara mereka yang menempuh perjalanan berbulan-bulan
hanya untuk mencari satu hadits. Kisah-kisah tentang mereka begitu banyak
sekali, sebagiannya telah dikumpulkan oleh al-Khathib al-Baghdadi dalam
kitabnya “Ar-Rihlah Li Thalib Hadits”. Cukuplah sebagai contoh,
perjalanan Nabi Musa untuk menemui Nabi Hidhir dalam rangka menuntut ilmu yang
disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Kahfi. Wallahu A’lam.
[4] At-Tuhfatul
Karimah fi Bayani Ba’dhi Ahadits Maudhu’ah wa Saqimah hal. 60
[5] Silsilah Ahadits
Adh-Dho’ifah 1/604.
[6] Takhrij
Musykilatul Faqr hal. 48-62.
[7] Huquq Nisa’ fil
Islam hlm. 18.
[8] Ahkam Nisa’
hal. 8-11
[9] Lihat kisah-kisah
mereka dalam kitab Huquq Mar’ah Dr. Nawwal binti Abdullah hal. 285-293, ‘Inayah
Nisa’ bil Hadits Nabawi oleh Syaikh Masyhur Hasan Salman.
[10] Ahadits Mardudah
Sa’id bin Shalih al-Ghamidi hal. 12
[11] Lihat buku penulis
“Hadits-Hadits Dho’if Populer” hlm. 53-61, cet Media Tarbiyah, Bogor.
[12] Lihat kitab Jami’
Bayanil Ilmi wa Fadhlihi oleh Imam Ibnu Abdil Barr dan Miftah Dar
Sa’adah oleh Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah.
[13] Al-Hafizh Ibnu Rajab
al-Hanbali berkata:
“Ilmu
bermanfaat adalah mempelajari Al-Qur’an dan sunnah serta memahami makna
kandungan keduanya dengan pemahaman para sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in.
Demikian juga dalam masalah hukum halal dan haram, zuhud dan masalah hati, dan
lain sebagainya”. (Fadhlu Ilmi Salaf ‘ala Ilmi Khalaf hlm. 26).
Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-’Asqolani berkata:
“Maksud
ilmu adalah ilmu syar’i yang mengajarkan pengetahuan tentang kewajiban seorang
hamba dalam ibadah dan mu’amalatnya”. (Fathul Bari 1/92).
0 Response to "HADITS KETUJUH BELAS"
Post a Comment