IDEALISME HEGEL - DIALEKTIKA
Sunday, August 16, 2015
Add Comment
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Apakah pernah terpikir bahwa kita memiliki suatu jenis filsafat
tertentu karena kita adalah seorang Amerika, Indian, Hongaria, Tiong ghoa, atau
suku asli Amerika Latin? Atau justru karena kita adalah seorang perempuan, atau
mungkin seorang yang berkulit hitam? Apakah adanya kelompok sosial tertentu
mempengaruhi filsafat seseorang? Apakah perbedaan kelompok sosial meningkatkan
tangga perbedaan pandangan filsafat terhadap dunia, menyikapi kenyataan dengan
cara berbeda? Jika inilah yang merupakan pandangan kita sebagai insan kamil yang
berfikir dan mengakui keberadaan serta kebenaran filsafat, maka secara tidak
langsung ini berarti kita sepakat dengan Hegel, Marx, dan Sartre yang
berpandangan sama, mengikuti jejak Kantian yang menyerahkan filsafat pada
tuntutannya: Apa pun yang dialami atau diketahui adalah suatu bagian dari cara
berpikir kita sendiri.
Dalam dunia modern, seringkali diamati bahwa negara-negara seperti
Prancis, Inggris dan Jerman mengembangkan sifat yang khas dari filsafat mereka
sendiri, cara mereka sendiri dalam memandang dunia. Ciri khusus filsafat yang
terus berkembang dan yang tetap dalam filsafat khas Prancis adalah Continental
Rationalism dan Descartes merupakan figur utamanya. Inggris juga
mengembangkan ciri khas mereka sendiri dalam berfilsafat, yang biasanya disebut
dengan British Empiricism, dan Hume merupakan tokohnya yang luar biasa.
Hal yang sama juga terjadi di Jerman yang juga mengembangkan filsafat mereka
sendiri. Dimulai Kant dan zaman Romantik yaitu suatu jenis filsafat yang
dianggap ciri khas Jerman. Kemudian untuk alasan itulah filsafat Jerman disebut
German Idealism, dan Hegel -figur yang akan kita tekankan pembahasannya
pada makalah ini- yang menjadi tokoh utamanya.
Filsafat saat ini merupakan bentuk reaksi langsung atau tak
langsung atas pemikiran George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Ia adalah
seorang pemikir spekulatif yang paling hebat. Semua ahli sejarah filsafat
menyetujui bahwa dia seorang raksasa di bidang filsafat. Sehingga karena
kehebatannya, filsafat Barat tidak pernah mampu mencapai lagi kehebatan
filsafat Hegel. Oleh karena itu, Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak
dari Idealisme Jerman. Fisafatnya banyak diinspirasikan oleh Imannuel Kant.
Disamping Immanuel Kant, Hegel memiliki konsistensi dalam berfikir dan
kemampuan rasio yang mampu menerjemahkan hidup dalam bentuk rumusan
dialektikanya yang terkenal. Dia adalah seorang yang progresif dalam berpikir
dan bertindak, meskipun di satu sisi dia bukanlah seorang yang reaksioner dalam
bersikap terhadap realitas. Filsafat Roh yang merupakan kharakternya merupakan
hasil sintesa antara pemikiran Fichte dan Schelling di zaman pertumbuhan
filsafat Idealisme Jerman abad – 19. Dia cenderung memaknainya sebagai Roh
Mutlak atau Idealisme Mutlak.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
asal-usul kehidupan G.W.F. Hegel?
2.
Bagaimana
konsep metafisika menurut Hegel?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan Teori Dialektika yang dikembangkan oleh Hegel?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kehidupan
G.W.F. Hegel
George Wilhelm
Friedrich Hegel, demikian nama aslinya, lahir di Stuttgart pada 27 Agustus 1770
dari keluarga pegawai negeri,
ayahnya merupakan pekerja di kantor keuangan kerajaan Wurtenberg. Tahun 1788
dia masuk sekolah teologi yaitu Universitas Tuebingen. Di sana dia mengenal
penyair Holderlin dan Schelling. Pada awalnya dia sangat tertarik dengan teologi,
dia bahkan menganggap filasafat adalah teologi dalam pengertian penyelidikan
terhadap Yang Absolut. Dari tahun 1790 sampai 1800 bisa dibilang Hegel hanya
menghasilkan karya-karya yang berbau teologi antara lain The Positivity of
Christian Religion tahun 1796 dan “The Spirit of Christianity” tahun
1799.[1]
Hegel selanjutnya setelah sempat tinggal di Swiss, mengajar di
Universitas Jena tahun 1801, di sana dia selain mengajar dia juga bekerjasama
dengan Schelling dalam menyunting jurnal filsafat. Tahun 1807 terbitlah Die
Phanomenologie des Geistes (Fenomenologi Roh) yang merupakan dasar dari
sistem filsafatnya.
Hegel sendiri juga terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa politik
yang terjadi pada masa ia hidup. Peristiwa itu adalah dikalahkannya pasukan
Prusia oleh tentara Prancis di bawah pimpinan Napoleon tahun 1806. Dengan
demikian Prusia dikuasai oleh pemerintahan Napoleon. Dalam pemerintahan
Napoleon rakyat Prusia hidup dalam iklim yang jauh lebih demokratis, kebebasan
pers misalnya sangatlah dijunjung tinggi. Namun ternyata Napoleon tidak dapat
bertahan lama menguasai Prusia, karena lewat peperangan sengit antara Leipzig
dan Waterloo, Napoleon pun dikalahkan tahun 1816. Kekaisaran Prusia kembali
dipulihkan dan pemerintahan yang bersifat otoritarian kembali dijalankan di
seluruh wilayah Prusia.
Perlu diketahui Hegel yang pada masa revolusi Prancis bersimpati
pada gerakan Jacobin yang radikal, ternyata pengagum Napoleon. Dia menyebut
Napoleon sebagai Roh Dunia dan kagum atas kejeniusan dan kekuatan Napoleon.
Namun ketika kekaisaran Prusia direstorasi dia juga menyatakan diri sebagai
pengagum kekaisaran Prusia bahkan menjadi seorang propaganda aktifnya.
Tahun 1818 dia menggantikan Fichte sebagai Profesor di
Universitas Berlin dan di sana dia mempublikasikan sebuah karya yang sangat
berpengaruh terhadap filsafat politik dan filsafat hukum, buku yang terbit
tahun 1820 itu berjudul Grundlinien der Philosophie des Rechts (Garis
Besar Filsafat Hukum). Selanjutnya terbit juga buku-buku lain yang merupakan
hasil dari kuliahnya di Universitas Berlin, yang terpenting dari beberapa
karyanya itu adalah Philosophy of History. Hegel meninggal di Berlin
tahun 1831 sama dengan nasib anaknya yang tidak diakuinya yang meninggal di
Jakarta –dulu Batavia—saat menunaikan tugasnya sebagai tentara Belanda tahun
1831.
B.
Sumber-Sumber
Filsafat Hegel
Hegel memiliki pemikiran yang tajam dalam mengambil pendekatan. Apa
yang menjadi inti pemikiran Hegel muda, pandangan filsafat apakah yang dahulu
dia ungkapkan dalam lintas sejarah hidupnya, tahun-tahun pertama abad XIX dan
di peraduannya, kehidupan universitas di Prusia, Jerman? Yang ada, pertama-tama
Rasionalisasi Prancis dan kerajaan Inggris, serta merupakan gabungan dari
semuanya adalah filsafat hebat dari seorang ahli filsafat Jerman, Immanuel
Kant, yang telah menjadi puncak pencerahan filsafat. Akan tetapi di sana juga
terdapat filsafat yang lebih baru yang muncul di Jerman, dan ini adalah sebuah
Perspektif yang disebut Romantisme.
Filsafat Hegel dikenal sebagai filsafat yang sangat sulit,
karena Hegel banyak mengunakan istilah-istilah yang terlalu teknis dan terkenal
ektrem. Di samping itu Hegel senang mengunakan hal-hal yang paradoks.hegel
yakin bahwa hukum paradoks adalah hukum realitas, sebagaimana hukum pemikiran.
Ambisi Hegel adalah menyusun suatu system filsafat sintesis, Hegel berusaha
pula menyatukan ilmu dan filsafat abad XIX.
1.
Rasionalisme Hegel
Realitas bagi hegel adalah ruh, dan ala saemesata dalam
beberapahal adalah prodok dan pikiran sehingga hal it dapat dimengerti oleh
pikiran. Dengan demikian filsafat hegel lebih tepat dikarakteristikkan dengan
julukan "rasionalis".
Dictum hegel yang terkenal adalah "Semua yang real
bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real". Pernyataan Hegel
ini, cukup beralasan karena ia memulai pandangan metafisiknya dari rasio.
"Ide yang bisa dimengerti" itu setali tiga uang dengan
"kenyataan". Selalu mengalami proses dialektika (Hamersma, 1983: 42).
Tentu karena ia seorang idealis, pandangan akan urgensitas rasio ini begitu
mendominasi dalam setiap jejak filsafatnya. Namun, perlu diuraikan, bahwa rasio
disini bukan bermakna rasio manusia perseorangan, sebagaimana mengemuka dalam
pandangan kita selama ini, melainkan rasio subyek absolute yang menerima
kesetaraan ideal seluruh realitas dengan subyek. Kesetaraan antara
"rasio" atau "ide" dengan "realitas" atau
"ada". Dan realitas utuh, sebagaimana dikehendaki Hegel, adalah
proses pemikiran (idea) yang terus menerus memikirkan, dan sadar akan dirinya
sendiri.
Karena pentingnya peranan akal, logika menduduki tempat
penting dalam filsafat Hegel, logika didefinisikannya sebagai ilmu ide murni.
Atau sebagai ilmui pikiran yang meluputi hukum-hukum dan karakteristik
bentuk-bentuknya. Kebenaran logika berkaitan dengan masalah dasar yang ada.
Sebab persoalan yang ada dianggap sebagai pemula dan akhir filsafat. Jadi
logika hegel pendeknya dapat disebut sebagai ontology. Logika ini sangat
berlainan dengan pengertian logika tradisional yang basis dasarnya adalah
"hukum kontradiksi" : A adalah non-A.
Sehingga yang khas dari logika hegel adalah didasarkan atas
keyakinan adanya suatu sistensis yang di capai melalui proses dialektika :
tesis, antitesis, sintesis.
2.
Romantisme Jerman
Romantisme Jerman adalah suatu pergerakan revolusioner
dalam bidang sastra, filsafat, dan seni visual yang lebih menonjol dibandingkan
bidang politik. Juga suatu cara pandang baru mengenai dunia yang meningkat dan
yang terdorong kuat dari energi kreatif seniman-seniman Jerman dan kaum
intelektual yang menolak pencerahan sebagai suatu filsafat yang
dilatarbelakangi dan didominasi oleh alasan-alasan logika matematis, hukum
rumusan matematis dan hukum alamiah yang abstrak. Semua itu adalah bentuk
kekecewaan akan janji kemajuan dan kesempurnaan manusia yang diciptakan di masa
optimisme.
C.
Formasi
Metafisika Hegel
Filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap
penalaran tentang suatu masalah serts penyusunan secara sengaja dan sistematis
tentang suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan. Filsafat berupa
renungan yang meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan
gagasan yang satu dengan lainnya, menyanyakan “mengapa”, mencari jawaban yang
lebih baik dibandingkan jawaban yang tersedia pada pandangan pertama.
Berfilsafat bukan sekedar aktivitas mengisi waktu senggang, namun sebaliknya
menjanjikan manfaat yang cukup manusiawi.
Misi yang diangankan oleh orang yang berfilsafat ialah mengumpulkan
pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan penilaian
pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semua itu
dalam bentuk yang sistematis. Lewat berfilsafat kita akan dibawa pada
pemahaman, dan pemahaman akan membawa
kita pada tindakan yang lebih layak.
Salah satu cabang filsafat adalah metafisika. Istilah ini berasal
dari bahasa Yunani meta ta physika yang berarti “hal-hal yang terdapat
sesudah fisika”. Aristoteles mendefinisikan metafisika sebagai ilmu pengatahuan
mengenai yang ada sebagai yang ada (being qua being), yang dilawankan,
misalnya, dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang
dijumlahkan.
Dewasa ini, metafisika didefinisikan sebagai bagian pengetahuan
manusia yang bersangkutan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang
terdalam. Atau secara ringkas dikatakan, metafisika adalah ilmu mengenai
hakikat yang paling dasar. Di dalamnya mempertanyakan perbedaan antara yang
menampak (appereance) dengan kenyataan (reality).
G.W.F. Hegel adalah salah satu filosof yang menerima prinsip
pertama bahwa dasar makna keanyataan adalah manusia. Metafisika ini diawali
sejak zaman modern, namun masih terjalin dengan ajaran-ajaran tradisional. Baru
pada abad XIX, dengan ambruknya filsafat barat tradisional yang menghilangkan
pemikiran transenden, manusia menemukan kenyataan pada dirinya sendiri bahwa
manusia melihat dirinya tidak hanya sebagai kenyataan pertama, tetapi sebagai
pusat dunia dan dunia mempunyai makna oleh dan karena manusia. [2]
Kaum empiris dan Kant
menyatakan bahwa metafisika adalah hal yang tidak mungkin. Jalur mana yang
mungkin terbuka untuk metafisika akan pengalaman total manusia dan untuk Hegel
dalam situasi seperti ini? Filsafat Kantian telah memberikan keutamaan pikiran,
yang telah membuat pikiran menjadi pemberi hukum alam, dalam kasus ini apapun
yang kita ketahui adalah sesuatu bagian saja pada konsep kita sendiri. Namun
Kant telah meletakkan beberapa batasan pada konsep-konsep ini. Untuk membangun
melalui konsep-konsep ini, sebuah metafisika yang mencari pengetahuan realitas
total adalah tidak mungkin.
Bagi Hegel metafisika adalah
hal yang mungkin. Hegel menerima konsep keutamaan pikiran Kant dalam menentukan
apa yang kita ketahui. Akan tetapi Hegel memiliki tiga keberatan pada
pembatasan yang dilakukan oleh Kant dalam konsep murninya. Dia menolak setiap
pembatasan pada sejumlah konsep. Dia juga menolak membatasinya untuk digunakan
dalam pekerjaan sensor. Hegel bahkan menolak untuk membatasi pengetahuan yang
didapatkan oleh kategori-kategori pada status penampakan belaka. Dia
berpendapat bahwa kategori-kategori menyinggung realitas. Adalah realitas itu
sendiri yang dikatakan oleh konsep-konsep tersebut.
Sekarang kita bisa melihat
apa yang akan dilakukan Hegel. Dia ingin membangun melalui Kant dan filsafat
Kantian keutamaan yang diberikan Kant pada konsep rasionalitas murni. Hegel
ingin menyimpan keutamaan ini yang konsepnya melebihi perasaan. Namun dia juga
ingin membangun dengan konsep romantik dan memasukan pengertian yang baru dan
modern dari variasi-variasi psikiologi, agama, sejarah, budayadan pengalaman
kreatif serta beberapa macam ilmu baru. Oleh karena itu, dia ingin tidak
meluaskan penggunaan konsep-konsep rasional untuk memahami luasnya variasi
pengalaman dan pengetahuan ini. Dia juga ingin membawa masuk filsafat
perlawanan romantik, konflik, ironi, paradoks, dan untuk mengekspresikan
pengertian baru, setelah revolusi prancis, berpalingnya perubahan sejarah.
Untuk meraih tujuan-tujuan tersebut dan juga untuk memasukkan kebenaran yang
tertanam dalam rasionalisme dan empirisme, Hegel harus membangun teori baru
tentang realitas sebagai jantung metafisikanya.
Apakah teori baru realitas
yang dibangun Hegel? Dia telah menemukan sesuatu jalan untuk menggabungkan
teori-teori menjadi satu. Konsep totalitas yang digunakan dalam jangkauan luas
semua ilmu, semua seni dan pengetahuan, agama, pikiran politik, dan sejarah,
dimana mereka disatukan dalam pemikiran absolut atau jiwa absolut atau Tuhan
merupakan realitas utama. Jadi, realitas merupakan suatu konsep totalitas
rasional yang luas dan kompleks. Totalitas ini merupakan pemikiran absolut da
jiwa absolut. Kenyataannya, kata Hegel, merupakan hal rasional, dan hal
rasional adalah nyata. Totalitas pemikiran ini adalah absolut, dan
menggambarkan jiwa absolut berbeda dengan pemikiran terbatas seperti milik
kita: ini adalah pemikiran objektif yang berlawanan dengan sebjektivitas
pemikiran manusia.[3]
D.
Teori
Dialektika
Dialektika merupakan metode yang dipakai Hegel
dalam memahami realitas sebagai perjalanan ide menuju pada kesempurnaan. Hegel
beranggapan, baik pemikiran maupun Ada, memperkembangkan dirinya dalam suatu
proses dialektis yang meliputi tiga tahap: tesis, antitesis, dan sintesis. Pada
tahap pertama, nuansa-nuansa belum memainkan peranan. Di sini, dalam suatu
kesatuan yang tidak dipisahkan, masih terdapa banyak perbedaan, bahkan
pertentangan. Pada tahap antitesis, dikemukakan suatu pertentangan yang radikal
serta tidak bernuansa, malah suatu penyangkalan radikal, sedangkan baru pada
tahap sintesis, nuansa-nuansa dan pertentangan-pertentangan dari tesis serta
antitesis mencapai kesatuan dan kebenaran yang diperhalus serta diperkaya.
Dengan demikian, dialektika dapat juga disebut sebagai proses berfikir secara
totalitas, yaitu setiap unsure saling bernegasi (mengingkari dan diingkari),
saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi
(mempererantarai dan diperantarai).
Untuk memahami proses ini, Hegel menggunakan
kata dalam bahasa Jerman yaitu Aufheben, yang maknanya adalah “menyangkal”,
“menyimpan” dan “mengangkat”. Jadi dialektika bukanlah penyelesaian kontradiksi
dengan meniadakan salah satunya, tetapi lebih dari itu. Tesis dan lawannya
antitesis memiliki kebenaran masing-masing yang kemudian diangkat menjadi
kebenaran yagn lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini sebagai berikut:
a.
Menunda konflik antara tesis dan
antitesis
b.
Menyimpan elemen kebenaran dari
tesis dan antitesis
c.
Mengungguli perlawanan dan
meninggikan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hal lainnya juga perlu diketahui bahwa
dialektika berkaitan dengan dialog, percakapan. Bayangkan percakapan seperti
ini. Ada orang yang mengatakan dengan tegas dan tanpa nuansa apa pun:
“Indonesia adalah negara yang paling kaya di dunia” (tesis). Lawan bicaranya
membalas dengan tegas pula: “Omong kosong, Indonesia adalah negara yang paling
miskin” (antitesis). Kalau orang yang pertama lalu diam saja, maka tidak
terjadi percakapan dalam arti yang sebenarnya, tidak ada dialog. Akan tetapi, bayangkan
saja! Orang pertama mengetengahkan: “Ya, kalau dikatakan paling kaya, itu tentu
terlalu optimis. Negara Indonesia tentu juga banyak kelemahan dalam ekonominya:
dari segi tertentu kita kaya, tetapi dari segi lain tidak”. juga orang kedua
mulai menambah nuansa pada ucapannya: “Paling miskin, ya itu memang
melebih-lebihkan. Kita mempunyai sumber daya alam yang kaya dan pembangunan
selama ini sudah membawa banyak hasil”. Dengan demikian mereka mencapai apa
yang disebut sintesis di mana unsur-unsur kebenaran dari tesis dan antitesis
dipertahankan.[4]
Hegel dalam hal ini juga memberikan contoh yang
telah disinggungnya pada permulaan usaha filosofisnya, yang merupakan
alternative tradisional dengan asumsi bahwa proposisi haruslah terdiri dari
subjek dan predikat. Logika seperti inilah yang kemudian direfleksikan oleh
Hegel mengenai, yakni dialog tentang ada, ketiadaan, dan menjadi. Hal itu
dijelaskannya secara demikian: “Ada, ada yang murni, mencakup segala sesuatu
dan merupakan satu-satunya hal yang ada, sama sekali tidak ditentukan, segala
sesuatu terkandung di dalamnya” (tesis). “Ada? Justru itu tidak sesuatu pun,
ketiadaan, karena ketiadaan pula sama sekali tidak ditentukan. Tidak terdapat
Ada, hanya terdapat Ketiadaan”. “Betul, ‘Ada’ dalam bentuknya yang abstrak dan
murni memang tidak mempunyai isi, sama seperti ketiadaan” (sintesis). Sintesis
inilah kebenaran yang tertinggi.[5]
Dengan demikian, pemikiran tentang ada oleh Hegel diputar-balikkan dan
diarahkan ke pemikiran tentang ketiadaan hingga akhirnya kedua-duanya
diperdamaikan dalam pemikiran tentang menjadi. Supaya konkret, maka Ada atau
Yang Absolut harus dimengerti dalam suatu proses yang “menjadi”.
BAB
III
PENUTUP
Kekuatan
Hegel sebagai seorang pakar pembangun filsafat tidak bisa disangkal lagi, namun
tidak luput dari kritik serius terhadapnya. Apakah filsafat idelasitis Hegel
hanyalah realitas konsep-konsep yang memberikan kata sebuah pemahaman cukup
tentang variasi, mutabilitas, dan kemungkinan-kemungkinan sisi materialitas
kenyataan, masalah-masalah tubuh manusia dalam lingkungan materi,
masalah-masalah produksi ekonomi, teknologi atau sumber-sumber materi planet?
Dengan memahami bahwa Tuhan (yang Absolut menurut Hegel) itu ada sebagaimana Ia
dieksternalisasikan atau diwujudkan dalam kesadaran manusia, bagaimana Ia bisa
secara resmi dipanggil Tuhan atau absolut? Bukankah ini sebuah penipuan? Lalu,
apa pula metode dialektika itu? Secara jelas ini bukanlah suatu hal
rasionalistis, logis, atau metode matematika. Yang jelas ini bukanlah suatu
metode empiris ataupun metode ilmiah. Tidakkah filsafat dialektika Hegel
dipakai secara licik dalam kecerdikan akal untuk membenarkan apa pun yang ada
dalam status quo, termasuk kejahatan, sebagai pelayanan tujuan absolut?
Namun
lebih dari itu, Hegel adalah sumber kebijakan dan filsafatnya memberikan banyak
konsep pada dunia: jiwa manusia; konsep-konsep budaya; organisisme;
historisisme; tendensi dialektika pemikiran; konsep tuan dan budak; sebuah
teori baru tentang hubungan individu dan masyarakat; teori etika sebagai akar
budaya; teori tenaga kerja; teori kepemimpinan; teori kebutuhan manusia secara
keseluruhan melalui identifikasi sosial; teori keterasingan; teori interpretasi
sebagai metode sejarah dan filsafat. Konsep-konsep tersebut ditemukan dalam
ilmu-ilmu sosial saat ini, dalam antropologi, sosiologi, psikologi sosial,
sejarah, teori politik, psikoanalisis dan psikologi klinis. Namun Hegel tidak
hanya mempengaruhi ilmu-ilmu yang mempelajari manusia namun juga filsafat itu
sendiri. Seorang ahli filsafat Prancis Maurice Merlau Ponty menyatakan pengaruh
Hegel demikian: “Semua ide filsafat di masa lalu, filsafat Marx, Nietzsche,
eksistensialisme dan psikoanalisis bermula dari Hegel.” Dari semua pengaruh
ini, pengaruh yang terbesar Hegel ialah pada Karl Marx dan, melalui Marx-lah
pengaruh Hegel menjangkau seluruh dunia, Timur dan Barat.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Hakim, Atang, M.A. Drs dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. 2008. Filsafat
Umum; dari Mitologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia.
Lavine,
T.Z. 2003. Hegel; Revolusi dalam Pemikiran. Yogyakarta: Jendela.
Zubaedi,
M.Ag, M.Pd., Dr. 2007. Filsafat Barat; Dari Logika Baru Rene-Descartes
hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Website:
[1] Lavine, T.Z., Hegel;
Revolusi dalam Pemikiran. Jendela: Yogyakarta. 2003. Hal 26-29.
[2] Zubaidi, M.Ag,
M.Pd, Dr. Filsafat Barat;Dari Logika Baru Descartes hingga Revolusi Sains ala
Thomas Kuhn, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 83-84.
[3] Lavine, T.Z. Hegel;
Revolusi dalam Pemikiran, (Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 37-39.
[4] Bdk. Dr. P.A.
van der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, Yogyakarta: Kanisius,
2000, hlm. 102-103
[5] Ibid, hlm.103.
0 Response to "IDEALISME HEGEL - DIALEKTIKA"
Post a Comment