IDEALISME HEGEL - DIALEKTIKA

IDEALISME HEGEL - DIALEKTIKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Apakah pernah terpikir bahwa kita memiliki suatu jenis filsafat tertentu karena kita adalah seorang Amerika, Indian, Hongaria, Tiong ghoa, atau suku asli Amerika Latin? Atau justru karena kita adalah seorang perempuan, atau mungkin seorang yang berkulit hitam? Apakah adanya kelompok sosial tertentu mempengaruhi filsafat seseorang? Apakah perbedaan kelompok sosial meningkatkan tangga perbedaan pandangan filsafat terhadap dunia, menyikapi kenyataan dengan cara berbeda? Jika inilah yang merupakan pandangan kita sebagai insan kamil yang berfikir dan mengakui keberadaan serta kebenaran filsafat, maka secara tidak langsung ini berarti kita sepakat dengan Hegel, Marx, dan Sartre yang berpandangan sama, mengikuti jejak Kantian yang menyerahkan filsafat pada tuntutannya: Apa pun yang dialami atau diketahui adalah suatu bagian dari cara berpikir kita sendiri.
Dalam dunia modern, seringkali diamati bahwa negara-negara seperti Prancis, Inggris dan Jerman mengembangkan sifat yang khas dari filsafat mereka sendiri, cara mereka sendiri dalam memandang dunia. Ciri khusus filsafat yang terus berkembang dan yang tetap dalam filsafat khas Prancis adalah Continental Rationalism dan Descartes merupakan figur utamanya. Inggris juga mengembangkan ciri khas mereka sendiri dalam berfilsafat, yang biasanya disebut dengan British Empiricism, dan Hume merupakan tokohnya yang luar biasa. Hal yang sama juga terjadi di Jerman yang juga mengembangkan filsafat mereka sendiri. Dimulai Kant dan zaman Romantik yaitu suatu jenis filsafat yang dianggap ciri khas Jerman. Kemudian untuk alasan itulah filsafat Jerman disebut German Idealism, dan Hegel -figur yang akan kita tekankan pembahasannya pada makalah ini- yang menjadi tokoh utamanya.
Filsafat saat ini merupakan bentuk reaksi langsung atau tak langsung atas pemikiran George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Ia adalah seorang pemikir spekulatif yang paling hebat. Semua ahli sejarah filsafat menyetujui bahwa dia seorang raksasa di bidang filsafat. Sehingga karena kehebatannya, filsafat Barat tidak pernah mampu mencapai lagi kehebatan filsafat Hegel. Oleh karena itu, Filsafat Hegel sering disebut sebagai puncak dari Idealisme Jerman. Fisafatnya banyak diinspirasikan oleh Imannuel Kant. Disamping Immanuel Kant, Hegel memiliki konsistensi dalam berfikir dan kemampuan rasio yang mampu menerjemahkan hidup dalam bentuk rumusan dialektikanya yang terkenal. Dia adalah seorang yang progresif dalam berpikir dan bertindak, meskipun di satu sisi dia bukanlah seorang yang reaksioner dalam bersikap terhadap realitas. Filsafat Roh yang merupakan kharakternya merupakan hasil sintesa antara pemikiran Fichte dan Schelling di zaman pertumbuhan filsafat Idealisme Jerman abad – 19. Dia cenderung memaknainya sebagai Roh Mutlak atau Idealisme Mutlak.

B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah asal-usul kehidupan G.W.F. Hegel?
2.      Bagaimana konsep metafisika menurut Hegel?
3.      Apakah yang dimaksud dengan Teori Dialektika yang dikembangkan oleh Hegel?




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kehidupan G.W.F. Hegel
George Wilhelm Friedrich Hegel, demikian nama aslinya, lahir di Stuttgart pada 27 Agustus 1770 dari keluarga pegawai negeri, ayahnya merupakan pekerja di kantor keuangan kerajaan Wurtenberg. Tahun 1788 dia masuk sekolah teologi yaitu Universitas Tuebingen. Di sana dia mengenal penyair Holderlin dan Schelling. Pada awalnya dia sangat tertarik dengan teologi, dia bahkan menganggap filasafat adalah teologi dalam pengertian penyelidikan terhadap Yang Absolut. Dari tahun 1790 sampai 1800 bisa dibilang Hegel hanya menghasilkan karya-karya yang berbau teologi antara lain The Positivity of Christian Religion tahun 1796 dan “The Spirit of Christianity” tahun 1799.[1]
Hegel selanjutnya setelah sempat tinggal di Swiss, mengajar di Universitas Jena tahun 1801, di sana dia selain mengajar dia juga bekerjasama dengan Schelling dalam menyunting jurnal filsafat. Tahun 1807 terbitlah Die Phanomenologie des Geistes (Fenomenologi Roh) yang merupakan dasar dari sistem filsafatnya.
Hegel sendiri juga terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa politik yang terjadi pada masa ia hidup. Peristiwa itu adalah dikalahkannya pasukan Prusia oleh tentara Prancis di bawah pimpinan Napoleon tahun 1806. Dengan demikian Prusia dikuasai oleh pemerintahan Napoleon. Dalam pemerintahan Napoleon rakyat Prusia hidup dalam iklim yang jauh lebih demokratis, kebebasan pers misalnya sangatlah dijunjung tinggi. Namun ternyata Napoleon tidak dapat bertahan lama menguasai Prusia, karena lewat peperangan sengit antara Leipzig dan Waterloo, Napoleon pun dikalahkan tahun 1816. Kekaisaran Prusia kembali dipulihkan dan pemerintahan yang bersifat otoritarian kembali dijalankan di seluruh wilayah Prusia.
Perlu diketahui Hegel yang pada masa revolusi Prancis bersimpati pada gerakan Jacobin yang radikal, ternyata pengagum Napoleon. Dia menyebut Napoleon sebagai Roh Dunia dan kagum atas kejeniusan dan kekuatan Napoleon. Namun ketika kekaisaran Prusia direstorasi dia juga menyatakan diri sebagai pengagum kekaisaran Prusia bahkan menjadi seorang propaganda aktifnya.
Tahun 1818 dia menggantikan Fichte sebagai Profesor di Universitas Berlin dan di sana dia mempublikasikan sebuah karya yang sangat berpengaruh terhadap filsafat politik dan filsafat hukum, buku yang terbit tahun 1820 itu berjudul Grundlinien der Philosophie des Rechts (Garis Besar Filsafat Hukum). Selanjutnya terbit juga buku-buku lain yang merupakan hasil dari kuliahnya di Universitas Berlin, yang terpenting dari beberapa karyanya itu adalah Philosophy of History. Hegel meninggal di Berlin tahun 1831 sama dengan nasib anaknya yang tidak diakuinya yang meninggal di Jakarta –dulu Batavia—saat menunaikan tugasnya sebagai tentara Belanda tahun 1831.

B.       Sumber-Sumber Filsafat Hegel
Hegel memiliki pemikiran yang tajam dalam mengambil pendekatan. Apa yang menjadi inti pemikiran Hegel muda, pandangan filsafat apakah yang dahulu dia ungkapkan dalam lintas sejarah hidupnya, tahun-tahun pertama abad XIX dan di peraduannya, kehidupan universitas di Prusia, Jerman? Yang ada, pertama-tama Rasionalisasi Prancis dan kerajaan Inggris, serta merupakan gabungan dari semuanya adalah filsafat hebat dari seorang ahli filsafat Jerman, Immanuel Kant, yang telah menjadi puncak pencerahan filsafat. Akan tetapi di sana juga terdapat filsafat yang lebih baru yang muncul di Jerman, dan ini adalah sebuah Perspektif yang disebut Romantisme.
Filsafat Hegel dikenal sebagai filsafat yang sangat sulit, karena Hegel banyak mengunakan istilah-istilah yang terlalu teknis dan terkenal ektrem. Di samping itu Hegel senang mengunakan hal-hal yang paradoks.hegel yakin bahwa hukum paradoks adalah hukum realitas, sebagaimana hukum pemikiran. Ambisi Hegel adalah menyusun suatu system filsafat sintesis, Hegel berusaha pula menyatukan ilmu dan filsafat abad XIX. 
1.      Rasionalisme Hegel
Realitas bagi hegel adalah ruh, dan ala saemesata dalam beberapahal adalah prodok dan pikiran sehingga hal it dapat dimengerti oleh pikiran. Dengan demikian filsafat hegel lebih tepat dikarakteristikkan dengan julukan "rasionalis".
Dictum hegel yang terkenal adalah "Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real". Pernyataan Hegel ini, cukup beralasan karena ia memulai pandangan metafisiknya dari rasio. "Ide yang bisa dimengerti" itu setali tiga uang dengan "kenyataan". Selalu mengalami proses dialektika (Hamersma, 1983: 42). Tentu karena ia seorang idealis, pandangan akan urgensitas rasio ini begitu mendominasi dalam setiap jejak filsafatnya. Namun, perlu diuraikan, bahwa rasio disini bukan bermakna rasio manusia perseorangan, sebagaimana mengemuka dalam pandangan kita selama ini, melainkan rasio subyek absolute yang menerima kesetaraan ideal seluruh realitas dengan subyek. Kesetaraan antara "rasio" atau "ide" dengan "realitas" atau "ada". Dan realitas utuh, sebagaimana dikehendaki Hegel, adalah proses pemikiran (idea) yang terus menerus memikirkan, dan sadar akan dirinya sendiri. 
Karena pentingnya peranan akal, logika menduduki tempat penting dalam filsafat Hegel, logika didefinisikannya sebagai ilmu ide murni. Atau sebagai ilmui pikiran yang meluputi hukum-hukum dan karakteristik bentuk-bentuknya. Kebenaran logika berkaitan dengan masalah dasar yang ada. Sebab persoalan yang ada dianggap sebagai pemula dan akhir filsafat. Jadi logika hegel pendeknya dapat disebut sebagai ontology. Logika ini sangat berlainan dengan pengertian logika tradisional yang basis dasarnya adalah "hukum kontradiksi" : A adalah non-A.
Sehingga yang khas dari logika hegel adalah didasarkan atas keyakinan adanya suatu sistensis yang di capai melalui proses dialektika : tesis, antitesis, sintesis.
2.      Romantisme Jerman
Romantisme Jerman adalah suatu pergerakan revolusioner dalam bidang sastra, filsafat, dan seni visual yang lebih menonjol dibandingkan bidang politik. Juga suatu cara pandang baru mengenai dunia yang meningkat dan yang terdorong kuat dari energi kreatif seniman-seniman Jerman dan kaum intelektual yang menolak pencerahan sebagai suatu filsafat yang dilatarbelakangi dan didominasi oleh alasan-alasan logika matematis, hukum rumusan matematis dan hukum alamiah yang abstrak. Semua itu adalah bentuk kekecewaan akan janji kemajuan dan kesempurnaan manusia yang diciptakan di masa optimisme.
C.      Formasi Metafisika Hegel
Filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaran tentang suatu masalah serts penyusunan secara sengaja dan sistematis tentang suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan. Filsafat berupa renungan yang meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan gagasan yang satu dengan lainnya, menyanyakan “mengapa”, mencari jawaban yang lebih baik dibandingkan jawaban yang tersedia pada pandangan pertama. Berfilsafat bukan sekedar aktivitas mengisi waktu senggang, namun sebaliknya menjanjikan manfaat yang cukup manusiawi.
Misi yang diangankan oleh orang yang berfilsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan penilaian pengetahuan ini, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk yang sistematis. Lewat berfilsafat kita akan dibawa pada pemahaman, dan pemahaman akan membawa  kita pada tindakan yang lebih layak.
Salah satu cabang filsafat adalah metafisika. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani meta ta physika yang berarti “hal-hal yang terdapat sesudah fisika”. Aristoteles mendefinisikan metafisika sebagai ilmu pengatahuan mengenai yang ada sebagai yang ada (being qua being), yang dilawankan, misalnya, dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai yang dijumlahkan.
Dewasa ini, metafisika didefinisikan sebagai bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan pertanyaan mengenai hakikat yang ada yang terdalam. Atau secara ringkas dikatakan, metafisika adalah ilmu mengenai hakikat yang paling dasar. Di dalamnya mempertanyakan perbedaan antara yang menampak (appereance) dengan kenyataan (reality).
G.W.F. Hegel adalah salah satu filosof yang menerima prinsip pertama bahwa dasar makna keanyataan adalah manusia. Metafisika ini diawali sejak zaman modern, namun masih terjalin dengan ajaran-ajaran tradisional. Baru pada abad XIX, dengan ambruknya filsafat barat tradisional yang menghilangkan pemikiran transenden, manusia menemukan kenyataan pada dirinya sendiri bahwa manusia melihat dirinya tidak hanya sebagai kenyataan pertama, tetapi sebagai pusat dunia dan dunia mempunyai makna oleh dan karena manusia. [2]
Kaum empiris dan Kant menyatakan bahwa metafisika adalah hal yang tidak mungkin. Jalur mana yang mungkin terbuka untuk metafisika akan pengalaman total manusia dan untuk Hegel dalam situasi seperti ini? Filsafat Kantian telah memberikan keutamaan pikiran, yang telah membuat pikiran menjadi pemberi hukum alam, dalam kasus ini apapun yang kita ketahui adalah sesuatu bagian saja pada konsep kita sendiri. Namun Kant telah meletakkan beberapa batasan pada konsep-konsep ini. Untuk membangun melalui konsep-konsep ini, sebuah metafisika yang mencari pengetahuan realitas total adalah tidak mungkin.
Bagi Hegel metafisika adalah hal yang mungkin. Hegel menerima konsep keutamaan pikiran Kant dalam menentukan apa yang kita ketahui. Akan tetapi Hegel memiliki tiga keberatan pada pembatasan yang dilakukan oleh Kant dalam konsep murninya. Dia menolak setiap pembatasan pada sejumlah konsep. Dia juga menolak membatasinya untuk digunakan dalam pekerjaan sensor. Hegel bahkan menolak untuk membatasi pengetahuan yang didapatkan oleh kategori-kategori pada status penampakan belaka. Dia berpendapat bahwa kategori-kategori menyinggung realitas. Adalah realitas itu sendiri yang dikatakan oleh konsep-konsep tersebut.
Sekarang kita bisa melihat apa yang akan dilakukan Hegel. Dia ingin membangun melalui Kant dan filsafat Kantian keutamaan yang diberikan Kant pada konsep rasionalitas murni. Hegel ingin menyimpan keutamaan ini yang konsepnya melebihi perasaan. Namun dia juga ingin membangun dengan konsep romantik dan memasukan pengertian yang baru dan modern dari variasi-variasi psikiologi, agama, sejarah, budayadan pengalaman kreatif serta beberapa macam ilmu baru. Oleh karena itu, dia ingin tidak meluaskan penggunaan konsep-konsep rasional untuk memahami luasnya variasi pengalaman dan pengetahuan ini. Dia juga ingin membawa masuk filsafat perlawanan romantik, konflik, ironi, paradoks, dan untuk mengekspresikan pengertian baru, setelah revolusi prancis, berpalingnya perubahan sejarah. Untuk meraih tujuan-tujuan tersebut dan juga untuk memasukkan kebenaran yang tertanam dalam rasionalisme dan empirisme, Hegel harus membangun teori baru tentang realitas sebagai jantung metafisikanya.
Apakah teori baru realitas yang dibangun Hegel? Dia telah menemukan sesuatu jalan untuk menggabungkan teori-teori menjadi satu. Konsep totalitas yang digunakan dalam jangkauan luas semua ilmu, semua seni dan pengetahuan, agama, pikiran politik, dan sejarah, dimana mereka disatukan dalam pemikiran absolut atau jiwa absolut atau Tuhan merupakan realitas utama. Jadi, realitas merupakan suatu konsep totalitas rasional yang luas dan kompleks. Totalitas ini merupakan pemikiran absolut da jiwa absolut. Kenyataannya, kata Hegel, merupakan hal rasional, dan hal rasional adalah nyata. Totalitas pemikiran ini adalah absolut, dan menggambarkan jiwa absolut berbeda dengan pemikiran terbatas seperti milik kita: ini adalah pemikiran objektif yang berlawanan dengan sebjektivitas pemikiran manusia.[3]

D.      Teori Dialektika
Dialektika merupakan metode yang dipakai Hegel dalam memahami realitas sebagai perjalanan ide menuju pada kesempurnaan. Hegel beranggapan, baik pemikiran maupun Ada, memperkembangkan dirinya dalam suatu proses dialektis yang meliputi tiga tahap: tesis, antitesis, dan sintesis. Pada tahap pertama, nuansa-nuansa belum memainkan peranan. Di sini, dalam suatu kesatuan yang tidak dipisahkan, masih terdapa banyak perbedaan, bahkan pertentangan. Pada tahap antitesis, dikemukakan suatu pertentangan yang radikal serta tidak bernuansa, malah suatu penyangkalan radikal, sedangkan baru pada tahap sintesis, nuansa-nuansa dan pertentangan-pertentangan dari tesis serta antitesis mencapai kesatuan dan kebenaran yang diperhalus serta diperkaya. Dengan demikian, dialektika dapat juga disebut sebagai proses berfikir secara totalitas, yaitu setiap unsure saling bernegasi (mengingkari dan diingkari), saling berkontradiksi (melawan dan dilawan), serta saling bermediasi (mempererantarai dan diperantarai).
Untuk memahami proses ini, Hegel menggunakan kata dalam bahasa Jerman yaitu Aufheben, yang maknanya adalah “menyangkal”, “menyimpan” dan “mengangkat”. Jadi dialektika bukanlah penyelesaian kontradiksi dengan meniadakan salah satunya, tetapi lebih dari itu. Tesis dan lawannya antitesis memiliki kebenaran masing-masing yang kemudian diangkat menjadi kebenaran yagn lebih tinggi. Tj. Lavine menerangkan proses ini sebagai berikut:
a.         Menunda konflik antara tesis dan antitesis
b.         Menyimpan elemen kebenaran dari tesis dan antitesis
c.         Mengungguli perlawanan dan meninggikan konflik hingga mencapai kebenaran yang lebih tinggi.
Hal lainnya juga perlu diketahui bahwa dialektika berkaitan dengan dialog, percakapan. Bayangkan percakapan seperti ini. Ada orang yang mengatakan dengan tegas dan tanpa nuansa apa pun: “Indonesia adalah negara yang paling kaya di dunia” (tesis). Lawan bicaranya membalas dengan tegas pula: “Omong kosong, Indonesia adalah negara yang paling miskin” (antitesis). Kalau orang yang pertama lalu diam saja, maka tidak terjadi percakapan dalam arti yang sebenarnya, tidak ada dialog. Akan tetapi, bayangkan saja! Orang pertama mengetengahkan: “Ya, kalau dikatakan paling kaya, itu tentu terlalu optimis. Negara Indonesia tentu juga banyak kelemahan dalam ekonominya: dari segi tertentu kita kaya, tetapi dari segi lain tidak”. juga orang kedua mulai menambah nuansa pada ucapannya: “Paling miskin, ya itu memang melebih-lebihkan. Kita mempunyai sumber daya alam yang kaya dan pembangunan selama ini sudah membawa banyak hasil”. Dengan demikian mereka mencapai apa yang disebut sintesis di mana unsur-unsur kebenaran dari tesis dan antitesis dipertahankan.[4]
Hegel dalam hal ini juga memberikan contoh yang telah disinggungnya pada permulaan usaha filosofisnya, yang merupakan alternative tradisional dengan asumsi bahwa proposisi haruslah terdiri dari subjek dan predikat. Logika seperti inilah yang kemudian direfleksikan oleh Hegel mengenai, yakni dialog tentang ada, ketiadaan, dan menjadi. Hal itu dijelaskannya secara demikian: “Ada, ada yang murni, mencakup segala sesuatu dan merupakan satu-satunya hal yang ada, sama sekali tidak ditentukan, segala sesuatu terkandung di dalamnya” (tesis). “Ada? Justru itu tidak sesuatu pun, ketiadaan, karena ketiadaan pula sama sekali tidak ditentukan. Tidak terdapat Ada, hanya terdapat Ketiadaan”. “Betul, ‘Ada’ dalam bentuknya yang abstrak dan murni memang tidak mempunyai isi, sama seperti ketiadaan” (sintesis). Sintesis inilah kebenaran yang tertinggi.[5] Dengan demikian, pemikiran tentang ada oleh Hegel diputar-balikkan dan diarahkan ke pemikiran tentang ketiadaan hingga akhirnya kedua-duanya diperdamaikan dalam pemikiran tentang menjadi. Supaya konkret, maka Ada atau Yang Absolut harus dimengerti dalam suatu proses yang “menjadi”.



BAB III
PENUTUP

Kekuatan Hegel sebagai seorang pakar pembangun filsafat tidak bisa disangkal lagi, namun tidak luput dari kritik serius terhadapnya. Apakah filsafat idelasitis Hegel hanyalah realitas konsep-konsep yang memberikan kata sebuah pemahaman cukup tentang variasi, mutabilitas, dan kemungkinan-kemungkinan sisi materialitas kenyataan, masalah-masalah tubuh manusia dalam lingkungan materi, masalah-masalah produksi ekonomi, teknologi atau sumber-sumber materi planet? Dengan memahami bahwa Tuhan (yang Absolut menurut Hegel) itu ada sebagaimana Ia dieksternalisasikan atau diwujudkan dalam kesadaran manusia, bagaimana Ia bisa secara resmi dipanggil Tuhan atau absolut? Bukankah ini sebuah penipuan? Lalu, apa pula metode dialektika itu? Secara jelas ini bukanlah suatu hal rasionalistis, logis, atau metode matematika. Yang jelas ini bukanlah suatu metode empiris ataupun metode ilmiah. Tidakkah filsafat dialektika Hegel dipakai secara licik dalam kecerdikan akal untuk membenarkan apa pun yang ada dalam status quo, termasuk kejahatan, sebagai pelayanan tujuan absolut?
Namun lebih dari itu, Hegel adalah sumber kebijakan dan filsafatnya memberikan banyak konsep pada dunia: jiwa manusia; konsep-konsep budaya; organisisme; historisisme; tendensi dialektika pemikiran; konsep tuan dan budak; sebuah teori baru tentang hubungan individu dan masyarakat; teori etika sebagai akar budaya; teori tenaga kerja; teori kepemimpinan; teori kebutuhan manusia secara keseluruhan melalui identifikasi sosial; teori keterasingan; teori interpretasi sebagai metode sejarah dan filsafat. Konsep-konsep tersebut ditemukan dalam ilmu-ilmu sosial saat ini, dalam antropologi, sosiologi, psikologi sosial, sejarah, teori politik, psikoanalisis dan psikologi klinis. Namun Hegel tidak hanya mempengaruhi ilmu-ilmu yang mempelajari manusia namun juga filsafat itu sendiri. Seorang ahli filsafat Prancis Maurice Merlau Ponty menyatakan pengaruh Hegel demikian: “Semua ide filsafat di masa lalu, filsafat Marx, Nietzsche, eksistensialisme dan psikoanalisis bermula dari Hegel.” Dari semua pengaruh ini, pengaruh yang terbesar Hegel ialah pada Karl Marx dan, melalui Marx-lah pengaruh Hegel menjangkau seluruh dunia, Timur dan Barat.





DAFTAR PUSTAKA


Abdul Hakim, Atang, M.A. Drs dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. 2008. Filsafat Umum; dari Mitologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia.
Lavine, T.Z. 2003. Hegel; Revolusi dalam Pemikiran. Yogyakarta: Jendela.
Zubaedi, M.Ag, M.Pd., Dr. 2007. Filsafat Barat; Dari Logika Baru Rene-Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Website:








[1] Lavine, T.Z., Hegel; Revolusi dalam Pemikiran. Jendela: Yogyakarta. 2003. Hal 26-29.
[2] Zubaidi, M.Ag, M.Pd, Dr. Filsafat Barat;Dari Logika Baru Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Kuhn, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 83-84.
[3] Lavine, T.Z. Hegel; Revolusi dalam Pemikiran, (Yogyakarta: Jendela, 2003), hlm. 37-39.
[4] Bdk. Dr. P.A. van der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, Yogyakarta: Kanisius, 2000, hlm. 102-103
[5] Ibid, hlm.103.
Sonie Elbalarjani Muta'alim, Mahasiswa, Santri

Related Posts

0 Response to "IDEALISME HEGEL - DIALEKTIKA"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel