Landasan Bimbingan dan Konseling
Friday, August 28, 2015
Add Comment
Landasan Bimbingan dan Konseling
.Pendahuluan
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia.
Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak
dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan
pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik
maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta
mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima
jasa layanan (klien). .
Agar aktivitas
dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk
penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa
layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan
konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi
dan menjadi mutlak adanya..
Berbagai
kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan
konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai
“polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan
bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat
pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling.
Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara
asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu,
dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling,
khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang
beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan
konseling.
Landasan
Bimbingan dan Konseling
Membicarakan
tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti
landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun
landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam
bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama
dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan,
untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan
tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka
bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan
bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang
kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling
itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya
(klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara
umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan
dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya,
di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan
konseling tersebut :
A. LANDASAN DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
1. LANDASAN FILOSOFIS
1.1 Makna dan Fungsi Prinsip-prinsip
Filosofis Bimbingan Konseling
Kata filosofis atau filsafat berasal dari
bahasa Yunani: Philos berarti cinta dan sophos berarti bijaksana, jadi
filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Sikun pribadi mengartikan
filsafat sebagai suatu “usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi
tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia dialam semesta ini”.
Filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan
manusia, yaitu bahwa :
1) Setiap manusia harus mengambil
keputusan atau tindakan,
2) Keputusan yang diambil adalah keputusan
diri sendiri
3) Dengan berfilsafat dapat mengurangi
salah paham dan konflik, dan
4) Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran
dan dunia yang selalu berubah.
Dengan berfilsafat seseorang akan
memperoleh wawasan atau cakrawala pemikiran yang luas sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat John J. Pietrofesa et. al. (1980) mengemukakan pendapat
James Cribin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan sebagai berikut:
a. Bimbingan hendaknya didasarkan kepada
pengakuan akan kemuliaan dan harga diri individu dan hak-haknya untuk mendapat
bantuannya.
b. Bimbingan merupakan proses yang
berkeseimbangan
c. Bimbingan harus Respek terhadap hak-hak
klien
d. Bimbingan bukan prerogatif kelompok
khusus profesi kesehatan mental
e. Fokus bimbingan adalah membantu
individu dalam merealisasikan potensi dirinya
f. Bimbingan merupakan bagian dari
pendidikan yang bersifat individualisasi dan sosialisasi
1.2 Hakikat Manusia
a. B.F Skinner dan Watson (Gerold Corey,
Terjemahan E. Koeswara, 1988). Mengemukakan tentang hakekat manusia:
- Manusia dipandang memiliki
kecenderungan-kecenderungan positif dan negatif yang sama
- Manusia pada dasarnya dibentuk dan
ditentukan oleh lingkungan sosial budaya
- Segenap tingkah laku manusia itu
dipelajari
- Manusia tidak memiliki kemampuan untuk
membentuk nasibnya sendiri
b.Virginia Satir (Dalam Thompson dan
Rodolph, 1983). Memandang bahwa manusia pada hakekatnya positif, Satir
berkesimpulan bahwa pada setiap saat, dalam suasana apapun juga, manusia dalam
keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Upaya-upaya bimbingan dan konseling perlu
didasarkan pada pemahaman tentang hakekat manusia agar upaya-upaya tersebut
dapat lebih efektif.
1.3 Tugas dan Tujuan Kehidupan
Witner dan Sweeney (dalam Prayitno dan
Erman Anti, 2002) mengemukakan bahwa ciri-ciri hidup sehat ditandai dengan 5
kategori, yaitu:
- Spiritualitas ~ agama sebagai sumber
inti dari hidup sehat.
- Pengaturan diri ~ seseorang yang
mengamalkan hidup sehat pada dirinya terdapat ciri-ciri 1. rasa diri berguna,
2. pengendalian diri, 3.pandangan realistik, 4. spontanitas dan kepekaan
emosional, 5. kemampuan rekayasa intelektual, 6. pemecahan masalah, 7. kreatif,
8. kemampuan berhumor dan, 9. kebugaran jasmani dan kebiasaan hidup sehat.
- Bekerja ~ untuk memperoleh keuntungan
ekonomis, psikologis dan sosial
- Persahabatan ~ persahabatan memberikan 3
keutamaan dalam hidup yaitu 1. dukungan emosional 2. dukungan material 3.
dukungan informasi .
- Cinta ~ penelitian flanagan 1978 (dalam
Prayitno dan Erman Anti, 2006) menemukan bahwa pasangan hidup suami istri, anak
dan teman merupakan tiga pilar utama bagi keseluruhan pencipta kebahagiaan
manusia.
Paparan tentang hakikat, tujuan dan tugas
kehidupan manusia di atas mempunyai implikasi kepada layanan bimbingan dan
konseling.
B.
Landasan Historis
- Sekilas tentang sejarah bimbingan dan
konseling
Secara umum, konsep bimbingan dan
konseling telah lama dikenal manusia melalui sejarah. Sejarah tentang
pengembangan potensi individu dapat ditelusuri dari masyarakat yunani kuno.
Mereka menekankan upaya-upaya untuk mengembangkan dan menguatkan individu
melalui pendidikan. Plato dipandang sebagan koselor Yunani Kuno karena dia
telah menaruh perhatian besar terhadap masalah-masalah pemahaman psikologis
individu seperti menyangkut aspek isu-isu moral, pendidikan, hubungan dalam
masyarakat dan teologis.
- Perkembangan Layanan Bimbingan di Amerika
Sampai
awal abad ke-20 belum ada konselor di sekolah. Pada saat itu pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru.
Gerakan bimbingan disekolah mulai
berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman latar belakang
para siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeri. Tahun 1898 Jesse B. Davis, seorang konselor di
Detroit mulai memberikan layanan konseling pendidikan dan pekerjaan di SMA.
Pada tahun 1907 dia memasukkan program bimbingan di sekolah tersebut.
Pada waktu yang sama para ahli yang juga
mengembangkan program bimbingan ini diantaranya; Eli Weaper, Frank Parson, E.G
Will Amson, Carlr. Rogers.
- Eli Weaper pada tahun 1906 menerbitkan
buku tentang “memilih suatu karir” dan membentuk komite guru pembimbing
disetiap sekolah menengah di New York. Kamite tersebut bergerak untuk membantu
para pemuda dalam menemukan kemampuan-kemampuan dan belajar tentang bimbingan
menggunakan kemampuan-kemampuan tersebut dalam rangka menjadi seorang pekerja
yang produktif.
-
Frank Parson dikenal sebagai “Father of The Guedance Movement in American
Education”. Mendirikan biro pekerjaan tahun 1908 di Boston Massachussets,
yang bertujuan membantu pemuda dalam memilih karir uang didasarkan atas proses
seleksi secara ilmiyah dan melatih guru untuk memberikan pelayanan sebagai
koselor.
Bradley
(John J.Pie Trafesa et. al., 1980) menambah satu tahapan dari tiga tahapan
tentang sejarah bimbingan menurut Stiller, yaitu sebagai berikut:
1)
Vocational exploration : Tahapan yang menekankan tentang analisis individual
dan pasaran kerja
2)
Meeting Individual Needs : Tahapan yang menekankan membantu individu agar
meeting memperoleh kepuasan kebutuhan hidupnya. Perkembangan BK pada tahapan
ini dipengaruhi oleh diri dan memecahkan masalahnya sendiri.
3)
Transisional Professionalism : Tahapan yang memfokuskan perhatian kepada upaya
profesionalisasi konselor
4)
Situasional Diagnosis : Tahapan sebagai periode perubahan dan inovasi pada
tahapan ini memfokuskan pada analisis lingkungan dalam proses bimbingan dan
gerakan cara-cara yang hanya terpusat pada individu.
- Perkembangan Layanan Bimbingan Di Indonesia
Layanan
BK di industri Indonesia telah mulai dibicarakan sejak tahun 1962. ditandai
dengan adanya perubahan sistem pendidikan di SMA yakni dengan adanya program
penjurusan, program penjurusan merupakan respon akan kebutuhan untuk
menyalurkan siswa kejurusan yang tepat bagi dirinya secara perorangan. Puncak
dari usaha ini didirikan jurusan Bimbingan dan penyuluhan di Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Negeri, salah satu yang membuka jurusan tersebut adalah IKIP
Bandung (sekrang berganti nama Universitas Pendidikan Indonesia).
Dengan
adanya gagasan sekolah pembangunan pada tahun 1970/1971, peranan bimbingan
kembali mendapat perhatian. Gagasan sekolah pembangunan ini dituangkan dalam
program sekolah menengah pembangunan persiapan, yang berupa proyek percobaan
dan peralihan dari sistem persekolahan Cuma menjadi sekolah pembangunan.
Sistem
sekolah pembangunan tersebut dilaksanakan melalui proyek pembaharuan pendidikan
yang dinamai PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang diujicobakan di 8
IKIP. Badan pengembangan pendidikan berhasil menyusun 2 naskah penting yakni
dengan pola dasar rencana-rencana pembangunan program Bimbingan dan penyuluhan
melalui proyek-proyek perintis sekolah pembangunan dan pedoman operasional
pelayanan bimbingan pada PPSP.
Secara
resmi BK diprogramkan di sekolah sejak diberlakukan kurikulum 1975, tahun 1975
berdiri ikatan petugas bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang.
Penyempurnaan
kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 dengan memasukkan bimbingan karir di dalamnya.
Selanjutnya UU No. 0/1989 tentang Sisdiknas membuat mantap posisi bimbingan dan
konseling yang kian diperkuat dengan PP No. 20 Bab X Pasal 25/1990 dan PP No.
29 Bab X Pal 27/1990 yang menyatakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal
lingkungan dan merencanakan masa depan.
Perkembangan
BK di Indonesia semakin mantap dengan berubahnya 1 PBI menjadi ABKIN (Asuransi
Bimbingan dan Konseling Indonesia) tapa tahun 2001.
C. Landasan Religius
Dalam landasan religius BK diperlukan
penekanan pada 3 hal pokok:
a. Keyakinan bahwa manusia dan seluruh
alam adalah mahluk tuhan
b. Sikap yang mendorong perkembangan dan
perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama
c. Upaya yang memungkinkan berkembang dan
dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta
kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk membentuk
perkembangan dan pemecahan masalah individu
Landasan
Religius berkenaan dengan :
- Manusia sebagai Mahluk Tuhan
Manusia adalah mahluk Tuhan yang memiliki
sisi-sisi kemanusiaan. Sisi-sisi kemanusiaan tersebut tdiak boleh dibiarkan
agar tidak mengarah pada hal-hal negatif. Perlu adanya bimbingan yang akan
mengarahkan sisi-sisi kemanusiaan tersebut pada hal-hal positif.
- Sikap Keberagamaan
Agama
yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat menjadi isi dari sikap
keberagamaan. Sikap keberagamaan tersebut pertama difokuskan pada agama itu
sendiri, agama harus dipandang sebagai pedoman penting dalam hidup,
nilai-nilainya harus diresapi dan diamalkan. Kedua, menyikapi peningkatan iptek
sebagai upaya lanjut dari penyeimbang kehidupan dunia dan akhirat.
- Peranan Agama
Pemanfaatan
unsur-unsur agama hendaknya dilakukan secara wajar, tidak dipaksakan dan tepat
menempatkan klien sebagai seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan
sendiri sehingga agama dapat berperan positif dalam konseling yang dilakukan
agama sebagai pedoman hidup ia memiliki fungsi :
a.
Memelihara fitrah
b.
Memelihara jiwa
c.
Memelihara akal
d.
Memelihara keturunan
e.
memelihara harta
D.
Landasan Psikologis
Landasan
prikologis dalam BK memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang
menajadi sasaran (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan
bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah laku yang
perlu diubah atau dikembangkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi
Untuk
keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi
perlu dikuasai, yaitu tentang:
1. Motif dan motivasi
2. Pembawaan dasar dan lingkungan
3. Perkembangan individu
4. Belajar, balikan dan penguatan
5. Kepribadian
E. Landasan Sosial Budaya
Kebudayaan akan bimbingan timbul karena
terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan masyarakat dimana individu itu
hidup. Faktor-faktor tersebut seperti perubahan kontelasi keuangan, perkembagan
pendidikan, dunia-dunia kerja, perkembangan komunikasi dll (Jonh), Pietrofesa
dkk, 1980; M. Surya & Rochman N, 1986; dan Rocman N, 1987)
- Individu sebagai Produk Lingkungan
Sosial Budaya
MC Daniel memandang setiap anak, sejak
lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan
budaya ditempat ia hidup, tuntutan Budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan
tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam
budaya tersebut.
Tolbert memandang bahwa organisasi sosial,
lembaga keagamaan, kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan
masyarakat secara menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap,
kesempatan dan pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh
organisasi dan budaya lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan
dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya,
tujuan-tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya, rekreasinya dan
kelompok-kelompok yang dimasukinya.
Bimbingan konseling harus mempertimbangkan
aspek sosial budaya dalam pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang lebih
efektif.
- Bimbingan dan Konseling Antara Budaya
Menurut
Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi
non verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan.
Perbedaan
dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa
menimbulkan masalah dalam hubungan konseling.
Beberapa
Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk (1976) tentang berbagai aspek konseling
budaya antara lain:
-
Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri
konselor dan klien maka konseling akan berhasil
-
Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka
makin efektif konseling tersebut
-
Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil
konseling tersebut
-
Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya
makin memudahkan konselor memahami klien.
-
Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor terhadap
proses komunikasi
-
Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman
terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.
-
Makin klien kurang memahami proses konseling makin perlu konselor /program
konseling antara budaya memberikan pengarahan tentang proses ketrampilan
berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer.
F.
Landasan ilmiah dan Teknologis
Pelayanan
bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang memiliki
dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan
kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan layanan itu secara berkelanjutan.
1.
Keilmuan Bimbingan dan Konseling
Ilmu
bimbingan dan konseling adalah berbagai pengetahuan tentang bimbingan dan
konseling yang tersusun secara logis dan sistematik. Sebagai layaknya ilmu-ilmu
yang lain, ilmu bimbingan dan konseling mempunyai obyek kajiannya sendiri,
metode pengalihan pengetahuan yang menjadi ruang lingkupnya, dan sistematika
pemaparannya.
Obyek
kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan kepada
individu yang mangacu pada ke-4 fungsi pelayanan yakni fungsi pemahaman,
pencegahan, pengentasan dan pemeliharaan/ pengembangan. Dalam menjabarkan
tentang bimbingan dan konseling dapat digunakan berbagai cara/ metode, seperti
pengamatan, wawancara, analisis document (Riwayat hidup, laporan perkembangan),
prosedur teks penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya
mengenai obyek kajian bimbingan dan konseling merupakan wujud dari keilmuan
bimbingan dan konseling.
2. Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu
yang bersifat multireferensial, artinya ilmu dengan rujukan berbagai ilmu yang
lain. Misalnya ilmu statistik dan evaluasi memberikan pemahaman dan
tehnik-tehnik. Pengukuran dan evaluasi karakteristik individu; biologi
memberikan pemahaman tentang kehidupan kejasmanian individu. Hal itu sangat penting
bagi teori dan praktek bimbingan dan konseling.
3. Pengembangan Bimbingan Konseling
Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan
bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran
dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam
praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula
hasil-hasil penelitian dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek
bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan
dilapangan. Layanan bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju
jika dilakukan penelitian secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang
berhubungan dengan BK.
G. Landasan Pedagogis
Pendidikan itu merupakan salah satu
lembaga sosial yang universal dan berfungsi sebagai sarana reproduksi sosial (
Budi Santoso, 1992)
1. Pendidikan sebagai upaya pengembangan
Individu: Bimbingan merupakan bentuk upaya pendidikan.
Pendidikan adalah upaya memanusiakan
manusia. Seorang bagi manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan
tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang
telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya,
kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional menetapkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
2. Pendidikan sebagai inti Proses
Bimbingan Konseling.
Bimbingan dan konseling mengembangkan
proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil
sejak pengembangan gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika
Serikat . pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan
Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar……, belajar untuk
memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan
merupakan secara efektif berbagai pemahaman.. (dalam Belkin, 1975). Lebih jauh,
Nugent (1981) mengemukakan bahwa dalam konseling klien mempelajari ketrampilan
dalam pengambilan keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta
sikap-sikap baru . Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang
baru bagi dirinya; dengan memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
3. Pendidikan lebih lanjut sebagai
inti tujuan Bimbingan tujuan dan konseling
Tujuan Bimbingan dan Konseling
disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan
pada umumnya. Hal itu dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan
konseling meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang
menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan
emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan Drury,
1992). Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu menunjang
keberhasilan pendidikan pada umumnya.
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari pembahasan yang diuraikan
didepan dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling
memerlukan berbagai landasan, diantaranya:
1. Landasan Filosofis: Landasan
filosofis memberikan pemikiran-pemikiran tentang hakikat dan tujuan hidup
manusia dipandang dari perspektif filsafat untuk menemukan hakikat manusia
secara utuh mengingat bimbingan konseling akan selalu berkaitan dengan manusia
sebagai objeknya.
2. Landasan Historis: Landasan
histories menjelaskan alur/ sejarah kemunculan bimbingan konseling pertama
kali, yang menjadi titik awal lahirnya Bimbingan konseling untuk dijadikan
refleksi bagi bimbingan dan konseling kedepan dalam rangka menghasilkan
pelayanan yang lebih baik lagi.
3. Landasan Religius: Landasan
religius menggambarkan sisi-sisi agama yang perlu dikorek, diaplikasikan
kedalam pelayanan bimbingan dan konseling karena bimbingan dan konseling tidak
akan lepas dari manusia sebagai objeknya dan realitas bahwa manusia merupakan
makhluk religius.
4. Landasan Psikologis: Landasan
psikologis menggambarkan sisi-sisi psikis individu, sisi psikis tersebut berkenaan
dengan motif, motivasi, pembawaan dan lingkungan, perkembangan individu,
belajar, balikan dan penguatan dari kepribadian. Mengingat klien memiliki
psikis yang berbeda maka konselor harus memahami tentang landasan psikologis
5. Landasan Sosial Budaya:
Landasan social budaya menunjukkan pentingnya gambaran aspek-aspek social
budaya yang mewarnai kehidupan seseorang. Aspek social budaya inilah yang
membentuk individu selain factor pembawaan, tepatlah jika landasan ini menjadi
bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling.
6. Landasan Ilmiah dan Teknologi:
Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan tentang sifat-sifat keilmuan
bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang
multireferensial menerima sumbangan dari ilmu-ilmu lain dan teknologi,
penelitian dalam bimbingan dan konseling memberikan masukan penting bagi
pengembangan keilmuan Bimbingan konseling.
7. Landasan Pedagogis: Landasan
pedagogis mengemukakan bahwa bimbingan merupakan salah satu bagian dari pendidikan
yang amat penting dalam upaya untuk memberikan bantuan (pemecahan-pemecahan
masalah) motivasi agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
W.S, Winkel, 1991, Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo.
Yusuf, Syamsu dan
Nurishan, A. Juntika, 2006, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung
: Remaja Rosdakarya
Prayitno dan Amti,
Erman, 2004, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka
Cipta.
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/14/
- _ftnref1Syamsul Yusuf, A. Juntika Narihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling
(Bandung: Remaja ERasdakarnya, 2006), hal. 106
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/14/ -
_ftnref2Prayitno. Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), Hal. 170
http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/12/14/ -
_ftnref4– Ibid. Hal 172.
Landasan Bimbingan dan Konseling
Abstrak :
Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan
profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka
layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh,
dengan mencakup: (1) landasan filosofis, (2) landasan psikologis; (3) landasan
sosial-budaya, dan (4) landasan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkenaan
dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, selain berpijak
pada keempat landasan tersebut juga perlu berlandaskan pada aspek pedagogis,
religius dan yuridis-formal. Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan dalam
praktek layanan bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu memahami
dan menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam melaksanakan
tugas-tugas profesionalnya.
Kata kunci :
bimbingan dan konseling, landasan filosofis, landasan psikologis; landasan
sosial-budaya, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
A.
Pendahuluan
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia.
Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling
tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak
dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan
pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik
maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta
mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima
jasa layanan (klien). .
Agar aktivitas
dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk
penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima
jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan
dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar
lagi dan menjadi mutlak adanya..
Berbagai kesalahkaprahan
dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama
ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”,
atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan
konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman
dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata
lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan,
tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu,
dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling,
khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang
beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan
konseling.
B. Landasan
Bimbingan dan Konseling
Membicarakan
tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti
landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun
landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam
bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus
diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama
dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan,
untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan
tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka
bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan
bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang
kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling
itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya
(klien). Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara
umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan
dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan
sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi.
Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan
bimbingan dan konseling tersebut :
1. Landasan
Filosofis
Landasan
filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman
khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan
konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun
estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan
dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang :
apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis
tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang
ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan
filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis
Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson &
Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia
sebagai berikut :
- Manusia adalah makhluk rasional yang
mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan
dirinya.
- Manusia dapat belajar mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan
kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
- Manusia berusaha terus-menerus
memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui
pendidikan.
- Manusia dilahirkan dengan potensi
untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan
kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
- Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
- Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
- Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya
bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang
manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus
mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan
berbagai dimensinya.
2. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif
dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d)
belajar; dan (e) kepribadian.
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang
menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari
oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti :
rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan
tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan
dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari
luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau
aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor
yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala
sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang
mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah,
bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya
bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan
dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya
dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam
lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas
sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan
baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga
akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan
individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari
McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan
individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari
Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang
perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6)
teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang
perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas
perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami
berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat
arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar
merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar
untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan
mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan
mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk
menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri
individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu
yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan
prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari
kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami
tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar
yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar
Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan
(3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif
konstruktivisme.
e.
Kepribadian
Hingga saat ini
para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara
bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh
Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir
50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang
dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang
dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider
dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses
respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi
dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut
dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang
dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan
antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh
keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik,
tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan
berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang
bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk
menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian
yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud,
Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler,
Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari
Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons
dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang mencakup :
- Karakter; yaitu konsekuen tidaknya
dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian
atau pendapat.
- Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
- Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
- Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
- Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
- Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam
upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka
konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi
perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga
harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya
sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu
pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan
belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam
belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya
pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang
karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor
benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat
bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum,
psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan
psikologi kepribadian.
3. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang
individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia
hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan
pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di
sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan
tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi
dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan
dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi
interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan
klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno
(2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam
komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu : (a) perbedaan
bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe; (d) kecenderungan menilai;
dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak
yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun
sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak
belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau
golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya
tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan
penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif.
Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang
unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya
dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia
tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar
komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka
kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di
Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan
konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan
multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal
ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya
lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu
mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
4. Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan
bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki
dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan
tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan
menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen,
prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk
laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal
dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah
menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan
secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan
konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin
ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek
bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik,
evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen,
ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah
diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam
pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan
bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli,
juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan
perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak
tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan
konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak
memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling
pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan
teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya
(klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga
dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk
“cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi
komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi
dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya
landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula
sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa
konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik
berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan
penelitian.
Berkenaan dengan
layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003)
memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan
paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Landasan
paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi,
yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan
merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti
proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti
tujuan layanan bimbingan dan konseling.
Landasan
religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok,
yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong
perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan
kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan
dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu
pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan
meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan
masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan
dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari
kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan
ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan
berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan
berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk
menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah
mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan
spiritual atau religi.
Landasan
yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku
di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber
dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.
C. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagai sebuah
layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan
yang kokoh.
Landasan
bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan
bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.
Landasan
bimbingan dan konseling meliputi : (a) landasan filosofis, (b) landasan
psikologis; (c) landasan sosial-budaya; dan (d) landasan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Landasan
filosofis terutama berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia, dikaitkan
dengan proses layanan bimbingan dan konseling.
Landasan
psikologis berhubungan dengan pemahaman tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan bimbingan dan konseling, meliputi : (a) motif dan motivasi; (b)
pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (d)
kepribadian.
Landasan sosial
budaya berkenaan dengan aspek sosial-budaya sebagai faktor yang mempengaruhi
terhadap perilaku individu, yang perlu dipertimbangakan dalam layanan bimbingan
dan konseling, termasuk di dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman budaya.
Landasan ilmu
pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling
sebagai kegiatan ilimiah, yang harus senantiasa mengikuti laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Layanan
bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, di samping berlandaskan pada
keempat aspek tersebut di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan
pedagodis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.
Sumber Bacaan :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung
: PT Rosda Karya Remaja.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A.
Supratiknya). 2005. Teori-Teori
Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Depdiknas, 2004.
Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan
Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction;
Theory Into Practice. New York :
McMillan Publishing.
Gerlald Corey.
2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara), Bandung :
Refika
Gerungan 1964.
Psikologi Sosial. Bandung : PT ErescoH.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum.
Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New
Yuork : McGraw-Hill Book Company
Moh. Surya.
1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB - IKIP Bandung
.———-2006.
Profesionalisme Konselor dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(makalah). Majalengka : Sanggar BK SMP, SMA dan SMK
Muhibbin Syah.
2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih
Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya.
Prayitno, dkk.
2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
.———-, dkk.
2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka
Cipta
.——–2003.
Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta
Sarlito Wirawan.2005.
Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Raja Grafindo
Sofyan S.
Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Sumadi
Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.
Syamsu Yusuf LN.
2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
urgensi landasan agama dalam pelaksanaan bimbingan
konseling di sekolah
PENDAHULUAN
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan salah satu disiplin ilmu yang secara profesional memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para siswa sebagai penerima jasa layanan (klien). Dengan pelayanan yang baik akan tercipta suatu iklim yang kondusif serta menciptakan masyarakat yang berakhlak dan bermoral
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan salah satu disiplin ilmu yang secara profesional memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para siswa sebagai penerima jasa layanan (klien). Dengan pelayanan yang baik akan tercipta suatu iklim yang kondusif serta menciptakan masyarakat yang berakhlak dan bermoral
Landasan
bimbingan konseling pada hakekatnya merupakan merupakan faktor-faktor yang
harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana
utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah
bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fondasi yang
kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fondasi yang
kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula
pada layanan bimbingan konseling , apabila tidak didasari oleh fondasi atau
landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan
dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang
dilayaninya (klien) atau siswa.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling terutama dalam hal ini adalah landasan keagamaan yang menjadi landasan utama yang penting untuk dipahami secara komprehensif oleh para konselor. Apakah agama dapat dijadikan pijakan bagi konselor untuk membantu dalam memberikan pelayanan bimbingan? Dan apakah jiwa yang tidak sehat dan masalah-masalah sosial lain dapat diatasi melalui pendekatan agama?. Untuk itu dalam makalah ini akan menjelaskan pentingnya landasan agama dalam pelaksanaan bimbingan konseling terutama di sekolah.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling terutama dalam hal ini adalah landasan keagamaan yang menjadi landasan utama yang penting untuk dipahami secara komprehensif oleh para konselor. Apakah agama dapat dijadikan pijakan bagi konselor untuk membantu dalam memberikan pelayanan bimbingan? Dan apakah jiwa yang tidak sehat dan masalah-masalah sosial lain dapat diatasi melalui pendekatan agama?. Untuk itu dalam makalah ini akan menjelaskan pentingnya landasan agama dalam pelaksanaan bimbingan konseling terutama di sekolah.
PEMBAHASAN
I.PENTINGNYA
LANDASAN AGAMA DALAM BIMBINGAN KONSELING
Landasan Agama merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi keagamaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Dalam proses pelayanan yang diberikan pada setiap individu/siswa, konselor harus memperhatikan dimensi keagamaannya sehingga pemberian solusi akan sesuai dengan apa yang mereka yakini, tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang mereka anut.
Seorang konselor sangatlah penting untuk memahami landasan agama secara baik karena konselor tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan kecakapannya saja tetapi agama penting untuk menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya. Sehingga kepribadian serta sikap jiwanya harus dapat mengendalikan tingkah lakunya dengan cara yang sesuai dengan ajaran dan tuntunan aganmanya.
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah. Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
1. Agama (Religion) berasal dari kata Latin
“religio”, berarti “tie-up” dalam bahasa Inggris, Religion dapat diartikan
“having engaged ‘God’ atau ‘The Sacred Power’.
Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan yang terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.
Secara umum di Indonesia, Agama dipahami sebagai sistem kepercayaan, tingkah laku, nilai, pengalaman dan yang terinstitusionalisasi, diorientasikan kepada masalah spiritual/ritual yang disalingtukarkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan antar generasi dalam tradisi.
2. Dalam agama terutama agama Islam
menempatkan kedudukan manusia pada kedudukan yang mulia. Manusia di beri
jabatan oleh Allah sebagai khalifah di bumi, tentu saja ia memiliki
keistimewaan dibandingkan dengan makhluk lain. Ketika manusia diciptakan, dia
beri keanugerahan dan dibekali kemampuan. Peristiwa pemberian kemampuan bawaan
ini disebutkan dalam al-Qur’an surat Asy Syams ayat 8 yaitu:
Artinya: Maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu(jalan) kefasikan dan ketaqwaan.
Dan dari hadits menyebutkan bahwa bawaan itu adalah fitrah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
Dan dari hadits menyebutkan bahwa bawaan itu adalah fitrah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
عن ابي هريره رضي الله عنه فال النبي صلي الله عليه وسلم
كل مولود يو لد
علي الفطرة فا بواه يهو دان او ينصرانه او يمجسا نه (رواه البخار و مسلم)
Artinya: Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
fitrah, kedua orang tuanyalah yang bisa membuatnya beragama yahudi, nasrani atau majusi.
Jadi kemampuan bawaan itu
merupakan modal dasar yang akan tetap kerdil bila tidak ada usaha untuk
mengembangkannya. Apabila terjadi pengalaman yang terus menerus maka kemampuan itu akan berkembang dan meluas,
sehingga ketika menghadapi masalah, seseorang tidak akan terlalu sulit untuk mengatasinya.
Melalui pendekatan agama seorang konselor akan mampu mengatasi permasalahan apapun yang dihadapi klien/siswanya. Karena agama mengatur segala kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana supaya hidup dalam ketentraman batin/jiwa atau dengan kata lain bahagia di dunia dan akherat.
Pandangan Islam terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari peranan Islam itu sendiri bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya merupakan obat (Syifa’) bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani)
2.Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat.
3.Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin. Bagi seorang mukmin ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi sebab keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
Melalui pendekatan agama seorang konselor akan mampu mengatasi permasalahan apapun yang dihadapi klien/siswanya. Karena agama mengatur segala kehidupan manusia, seperti mengatur bagaimana supaya hidup dalam ketentraman batin/jiwa atau dengan kata lain bahagia di dunia dan akherat.
Pandangan Islam terhadap kesehatan mental dapat dilihat dari peranan Islam itu sendiri bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
1. Ajaran Islam beserta seluruh petunjuknya yang ada didalamnya merupakan obat (Syifa’) bagi jiwa atau penyembuh segala penyakit hati yang terdapat dalam diri manusia (rohani)
2.Ajaran Islam memberikan bantuan kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan dengan sabar dan sholat.
3.Ajaran Islam memberikan rasa aman dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada Allah dalam jiwa seorang mukmin. Bagi seorang mukmin ketenangan jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi sebab keimanannya kepada Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
3. Pemahaman
agama di sekolah sangat penting untuk pembinaan dan penyempurnaan pertumbuhan
kepribadian anak didik, karena pendidikan agama mempunyai dua aspek penting.
Aspek pertama dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Siswa diberi kesadaran akan adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Dalam hal ini siswa dibimbing agar terbiasa kepada peraturan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama, seperti yang diberikan oleh keluarga yang berjiwa agama.
Aspek kedua dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada pikiran atau pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-betul. Pendidikan agama yang diberikan sejak kecil akan memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi tingkah laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/ganguan jiwa.5
Aspek pertama dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada jiwa atau pembentukan kepribadian. Siswa diberi kesadaran akan adanya Tuhan, lalu dibiasakan melakukan perintah-perintah Tuhan dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Dalam hal ini siswa dibimbing agar terbiasa kepada peraturan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama, seperti yang diberikan oleh keluarga yang berjiwa agama.
Aspek kedua dari pendidikan agama, adalah ditujukan kepada pikiran atau pengajaran agama itu sendiri, kepercayaan kepada Tuhan tidak akan sempurna bila isi dari ajaran-ajaran Tuhan itu tidak diketahui betul-betul. Pendidikan agama yang diberikan sejak kecil akan memberikan kekuatan yang akan menjadi benteng moral dan polisi yang mengawasi tingkah laku dan jalan hidupnya dan menjadi obat anti penyakit/ganguan jiwa.5
II.PERANAN AGAMA TERHADAP KESEHATAN MENTAL
Ada beberapa peran agama dalam kesehatan mental, anatara lain:
1.Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup
Ajaran agama dapat memberikan bimbingan hidup dari masa kecil sampai dewasa, baik pribadi, keluarga, masyarakat atau hubungan kepada Allah. Maka bimbingan agama mampu memberikan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup ini. Apabila anak pengalaman nilai-nilai agamanya banyak maka akan menjadi pribadi yang baik ketika dewasa kelak, sebaliknya jika nilai-nilai dirumahnya jauh dari agama maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh dari agama dan akan menjadikan kepribadian yang mudah goncang.6
2.Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan
hidup.
Setiap orang pasti pernah merasakan kekecewaan,
sehingga apabila tidak berpegang pada agama, dia akan memiliki perasaan rendah
diri, pesimis dan merasakan kegelisahan.
Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan tawakal.
Bagi orang yang berpegang teguh pada ajaran agama maka ia tidak akan mudah putus asa, tetapi mampu menghadapinya dengan tabah dan tawakal.
3.Aturan agama dapat menentramkan batin.
Agama dapat memberikan jalan penenang hati bagi
jiwa yang sedang mengalami gelisah, banyak orang yang tidak menjalankan
perintah agama selalu mengalami gelisah dalam hidupnya, tetapi setelah
menjalankan perintah agama ia mendapat ketenangan hati.
4.Ajaran agama sebagai pengendali moral
4.Ajaran agama sebagai pengendali moral
Moral adalah kelakuan yang sesuai dengan
nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan disertai pula oleh rasa
tanggung jawab atas kelakuan(tindakan) tersebut. Dalam masyarakat modern dewasa
ini telah terjadi kemerosotan moral dan salah satu faktor penyebabnya karena
kurangnya penawaran jiwa agama dalam hati dan kurangnya pelaksanaan dalam
kehidupan sehari-hari.
5.Agama dapat menjadi terapi jiwa
5.Agama dapat menjadi terapi jiwa
Agama dapat membendung dan menghindarkan gangguan
jiwa, sikap, dan kesabaran yang dapat menyebabkan kegelisahan/goncangan batin.
Hal ini dapat diatasi bila manusia menyesali perbuatannya dan memohon ampun
kepada Tuhan. Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat membendung
diri dari gangguan jiwa dan dapat mengendalikan kesehatan jiwa.
6.Agama sebagai pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial (lingkungan) yang diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai sosial dan mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat.7
6.Agama sebagai pembinaan mental
Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan corak kepribadian seseorang adalah nilai-nilai agama, moral, sosial (lingkungan) yang diperolehnya. Jika di masa kecil mereka memperoleh pemahaman mengenai nilai-nilai agama, maka kepribadian mental akan mempunyai unsur-unsur yang baik. Nilai agama akan tetap dan tidak berubah-ubah, sedangkan nilai sosial dan mental sering mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan perkembangan masyarakat.7
III.TERAPI KEJIWAAN DENGAN PENDEKATAN AGAMA DAN
KAITANYYA DALAM BIMBINGAN
KONSELING
“Orang yang tidak merasa tenang, aman, serta tentram dalam hatinya adalah orang yang sakit ruhani atau mentalnya” sebagaimana ditulis H.Carl Witherington (M.Buchori, 1982:5). Para ahli psikiatri/ahli jiwa membuktikan bahwa salah satu akibat terjadinya gangguan jiwa adalah ketidakberhasilan seseorang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik kebutuhan primer (jasmaniah) maupun rohaniah (psikis dan sosial). Hal ini menimbulkan perasaan gelisah dan terganggunya kestabilan emosi seseorang.
Terapi dalam kehidupan sehari-hari tak jarang dijumpai bahwa seseorang tak mampu menahan keinginan bagi terpenuhinya kebutuhan dirinya. Dalam kondisi ini akan terjadi konflik batin, yang disebut kekusutan rohani atau kekusutan fungsional.
Oleh karena itu, manusia sangat membutuhkan agama untuk membantu mengatasi ketegangan-ketegangan jiwa dan keruwetan hidup yang dialami manusia.8 Pendekatan terapi keagamaan dapat dirujuk dari informasi al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci. Dalam surat Yunus dan al-Isra’.
Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu al-Qur’an yang mengandung pelajaran, penawar bagi penyakit batin (jiwa), tuntunan serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS. Yunus: 57)
Dan Kami turunkan al-Qur’an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Isra’:82)
Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (Penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). 9
Para ahli jiwa (Psikolog) mengakui, bahwa taubat merupakan sarana pengobatan gangguan kejiwaan yang jitu. Karena ada sebagian orang yang dihinggapi Maniac Drepesive,gejala Melancolia disebabkan karena adanya perasaan dosa.
Jadi dengan dzikir (mengingat Allah) sebagai esensi pengalaman keagamaan dalam Islam, memegang peranan yang sangat penting bagi proses penyembuhan berbagai macam gangguan mental. Dalam al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran Islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa, antara lain: 10
1.QS. Al-Taubat ayat 14
و يشف صدور قوم مؤمنين ) التو بة:١٤(
Artinya: “Allah menyembuhkan jiwa orang-orang yang beriman”
2.QS. Al-Ra’d ayat 28
الذين امنو وتطمئن قلو بهم بذكر الله الا بذكر الله تطمئن القلوب ) الرعد:٢٨(
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”.
3.QS. Yunus:57
يا ايها الناس فد جاء تكم مو عظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهد ي ورحمة تتمؤ منين (يو نس:٥٧)
Artinya: ” Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu al-Qur’an yang mengandung pelajaran, penawar bagi penyakit batin (jiwa), tuntunan(petunjuk) serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
“Orang yang tidak merasa tenang, aman, serta tentram dalam hatinya adalah orang yang sakit ruhani atau mentalnya” sebagaimana ditulis H.Carl Witherington (M.Buchori, 1982:5). Para ahli psikiatri/ahli jiwa membuktikan bahwa salah satu akibat terjadinya gangguan jiwa adalah ketidakberhasilan seseorang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik kebutuhan primer (jasmaniah) maupun rohaniah (psikis dan sosial). Hal ini menimbulkan perasaan gelisah dan terganggunya kestabilan emosi seseorang.
Terapi dalam kehidupan sehari-hari tak jarang dijumpai bahwa seseorang tak mampu menahan keinginan bagi terpenuhinya kebutuhan dirinya. Dalam kondisi ini akan terjadi konflik batin, yang disebut kekusutan rohani atau kekusutan fungsional.
Oleh karena itu, manusia sangat membutuhkan agama untuk membantu mengatasi ketegangan-ketegangan jiwa dan keruwetan hidup yang dialami manusia.8 Pendekatan terapi keagamaan dapat dirujuk dari informasi al-Qur’an sendiri sebagai kitab suci. Dalam surat Yunus dan al-Isra’.
Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu al-Qur’an yang mengandung pelajaran, penawar bagi penyakit batin (jiwa), tuntunan serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (QS. Yunus: 57)
Dan Kami turunkan al-Qur’an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Isra’:82)
Kesehatan mental adalah suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (Penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan). 9
Para ahli jiwa (Psikolog) mengakui, bahwa taubat merupakan sarana pengobatan gangguan kejiwaan yang jitu. Karena ada sebagian orang yang dihinggapi Maniac Drepesive,gejala Melancolia disebabkan karena adanya perasaan dosa.
Jadi dengan dzikir (mengingat Allah) sebagai esensi pengalaman keagamaan dalam Islam, memegang peranan yang sangat penting bagi proses penyembuhan berbagai macam gangguan mental. Dalam al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran Islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa, antara lain: 10
1.QS. Al-Taubat ayat 14
و يشف صدور قوم مؤمنين ) التو بة:١٤(
Artinya: “Allah menyembuhkan jiwa orang-orang yang beriman”
2.QS. Al-Ra’d ayat 28
الذين امنو وتطمئن قلو بهم بذكر الله الا بذكر الله تطمئن القلوب ) الرعد:٢٨(
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”.
3.QS. Yunus:57
يا ايها الناس فد جاء تكم مو عظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهد ي ورحمة تتمؤ منين (يو نس:٥٧)
Artinya: ” Wahai manusia, sesungguhnya sudah datang dari Tuhanmu al-Qur’an yang mengandung pelajaran, penawar bagi penyakit batin (jiwa), tuntunan(petunjuk) serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.
KESIMPULAN
Dari
pemaparan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan
konseling merupakan bagian integral dari pendidikan. Sebagai sebuah layanan
profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan
secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang
kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan
bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat
semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan
manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien)
dalam hal ini adalah siswa.
Landasan agama dalam bimbingan dan koseling merupakan dasar pijakan yang paling urgen yang harus dipahami secara menyeluruh dan komprehensif bagi seorang konselor. Karena konselor tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan kecakapannya saja tetapi agama penting untuk menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Terutama di zaman modern sekarang ini, makin banyak ditemukan peralatan yang serba canggih yang memberi kemudahan bagi manusia namun disisi lain kebutuhan dan problematika yang dihadapi manusia juga menjadi semakin kompleks. Ketika kebutuhan tersebut tidak bisa dipenuhi sesuai dengan harapan maka rentan terjadi kegelisahan/goncangan jiwa.
Oleh karena itu disinilah posisi keagamaan menjadi semakin penting untuk mengatasi kegelisahan-kegelisahan jiwa yang dialami setiap manusia. Dengan dzikir (mengingat Allah) sebagai esensi pengalaman keagamaan dalam Islam, memegang peranan yang sangat penting bagi proses penyembuhan berbagai macam gangguan mental. Adapun peranan agama dalam mengatasi kesehatan mental adalah sebagai berikut:
1.Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup
2.Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.
3.Aturan agama dapat menentramkan batin.
4.Ajaran agama sebagai pengendali moral
5.Agama dapat menjadi terapi jiwa
6.Agama sebagai pembinaan mental
Dalam banyak sekali ayat-ayat menjelaskan tentang bagaimana caranya supaya memperoleh ketenangan dan kebahagiaan jiwa, antara lain: QS. Al-Taubat ayat 14,QS. Al-Ra’d ayat 28, QS. Yunus:57 dan masih banyak lagi.
Akhirnya, kita semakin yakin akan pentingnya landasan agama bagi pembinaan pribadi, mental dan akhlak manusia. Oleh karena itu landasan agama harus diupayakan seoptimal mungkin dalam pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah. Konselor haruslah senantiasa berpijak pada landasan agama dan memberikan siraman rohani pada siswa-siswanya agar siswa tersebut memperoleh pengetahuan yang cukup sehingga menjadi suatu bekal serta menjadikan jiwa-jiwa yang kuat ketika menghadapi permasalahan kelak.
Demikianlah makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua, amin.
Landasan agama dalam bimbingan dan koseling merupakan dasar pijakan yang paling urgen yang harus dipahami secara menyeluruh dan komprehensif bagi seorang konselor. Karena konselor tidak hanya sekedar menuangkan pengetahuan ke otak saja atau pengarahan kecakapannya saja tetapi agama penting untuk menumbuhkembangkan moral, tingkah laku, serta sikap siswa yang sesuai dengan ajaran agamanya
Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : (a) manusia sebagai makhluk Tuhan; (b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan (c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Terutama di zaman modern sekarang ini, makin banyak ditemukan peralatan yang serba canggih yang memberi kemudahan bagi manusia namun disisi lain kebutuhan dan problematika yang dihadapi manusia juga menjadi semakin kompleks. Ketika kebutuhan tersebut tidak bisa dipenuhi sesuai dengan harapan maka rentan terjadi kegelisahan/goncangan jiwa.
Oleh karena itu disinilah posisi keagamaan menjadi semakin penting untuk mengatasi kegelisahan-kegelisahan jiwa yang dialami setiap manusia. Dengan dzikir (mengingat Allah) sebagai esensi pengalaman keagamaan dalam Islam, memegang peranan yang sangat penting bagi proses penyembuhan berbagai macam gangguan mental. Adapun peranan agama dalam mengatasi kesehatan mental adalah sebagai berikut:
1.Dengan agama dapat memberikan bimbingan dalam hidup
2.Ajaran agama sebagai penolong dalam kebahagiaan hidup.
3.Aturan agama dapat menentramkan batin.
4.Ajaran agama sebagai pengendali moral
5.Agama dapat menjadi terapi jiwa
6.Agama sebagai pembinaan mental
Dalam banyak sekali ayat-ayat menjelaskan tentang bagaimana caranya supaya memperoleh ketenangan dan kebahagiaan jiwa, antara lain: QS. Al-Taubat ayat 14,QS. Al-Ra’d ayat 28, QS. Yunus:57 dan masih banyak lagi.
Akhirnya, kita semakin yakin akan pentingnya landasan agama bagi pembinaan pribadi, mental dan akhlak manusia. Oleh karena itu landasan agama harus diupayakan seoptimal mungkin dalam pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah. Konselor haruslah senantiasa berpijak pada landasan agama dan memberikan siraman rohani pada siswa-siswanya agar siswa tersebut memperoleh pengetahuan yang cukup sehingga menjadi suatu bekal serta menjadikan jiwa-jiwa yang kuat ketika menghadapi permasalahan kelak.
Demikianlah makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua, amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad,
Mudlor, 1994, Ilmu dan Keingin Tahu (Epistimologi dalam Filsafat), Trigenda
Karya, Bandung.
Anshori,
M. Afif, 2003, Dzikir Demi Kedamaian Jiwa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Burhanudin,
Drs. Yushak, 1998, Kesehatan Mental, Pustaka Setia, Bandung.
Daradjat,
Dr. Zakiyah, 1990, Kesehatan Mental, CV. Haji Masagung, Jakarta.
……………………,1995,
Peranan Agama dalam Kesehatan Mental”, CV. Haji Masagung, Jakarta.
Jalaludin,
2004, Psikologi Agama, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
K.
Nothingham, Elisabet, 1990, Agama dan Masyarakat, CV. Rajawali, Jakarta.
Najati,
M. Usman, 1997, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Pustaka Setia, Bandung.
Paputungan,
Mohammad, 2008, Pendekatan Modern:Integrasi Pendekatan Agama dan Pekerjaan
Sosial
Sudrajat, Akhmad, M.Pd., 2008, Landasan Bimbingan
dan Konseling.
Arclite theme by digitalnature | powered by WordPress
0 Response to "Landasan Bimbingan dan Konseling"
Post a Comment