SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN
Monday, August 24, 2015
Add Comment
SEJARAH
KODIFIKASI AL-QUR’AN
PENDAHULUAN
Di kalangan ulama, terminologi pengumpulan A-Qur’an (jam’ Al-Qur’an)
memiliki dua konotasi, yaitu konotasi penghafalan Al-Qur’an dan konotasi
penulisan Al-Qur’an secara keseluruhan.
1.
Proses penghafalan Al-Qur’an
Kedatangan
wahyu merupakan sesuatu yang dirindukan Nabi. Oleh karena itu ketika datang
wahyu, Nabi langsung menghafal dan memahaminya. Dengan demikian, Nabi adalah
orang pertama yang menghafal Al-Qur’an. Tindakan Nabi merupakan suri tauladan
bagi para sahabatnya. Imam Bukhari mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi
yang terkenal dengan hafalan Al-Qur’anya sesuai dengan riwayatnya:
عن عبد الله بن عمرو بن العاص
قال : سمعت رسول الله ص.م يقول : خذوا القرآن من أربعة : من عبد الله بن مسعود و سالم
ومعاذ وأبي بن كعب.
Artinya : “ Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘amr
Al-‘Ash bahwa Rasulallah pernah bersabda, “Ambillah Al-Qur’an dari empat orang,
yaitu ‘Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu;adz bin Jabal, dan Ubay bin Ka’ab.”
2.
Poses Penulisan Al-Qur’an
a. Pada masa Nabi
Kerinduan
Nabi terhadap kedatangan wahyu tidak saja diekspresikan dalam bentuk hafalan,
tetapi juga dalam dalam bentuk tulisan .Nabi memiliki sekretaris pribadi yang
khusus bertugas mecatat wahyu, yaitu Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Abban bin
Sa’id, Khalid bin Al-Walid, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Mereka menggunakan
alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah korma, tulang belulang,
dan batu.
Kegiatan
tulis-menulis Al-Qur’an pada masa Nabi di samping dilakukan oleh para
sekretaris Nabi, juga dilakukan para sahabat lainya. Kegiatanya itu didasarkan
pada hadis Nabi –sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim- yang berbunyi:
لا تكتبوا عني شيأ الا القرآن و من كتب عني
سوى القرآن فليمحه. ( رواه مسلم )
Artinya: “Janganlah kamu menulis sesuatu yang
berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barang siapa telah menulis dariku selain
Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.”
Faktor
yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah:
1)
Membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi
dan para sahabatnya.
2)
Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling
sempurna. Hal ini karena hafalan para sahabat saja tidak cukup. Dan sebagian
dari mereka ada yang sudah wafat.
Pada masa Nabi ini penulisan al-Qur’an tidak
ditulis pada satu tempat melainkan terpisah-pisah. Alasanya:
1)
Proses penurunan Al-Qur’an masih berlanjut sehingga
ada kemungkinan ayat yang turun belakangan menasakh ayat sebelumnya.
2)
Penyusunan ayat dan surat Al-Qur’an tidak sesuai
dengan turunya.
b. Pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Pada
dasarnya seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada masa Nabi. Hanya saja,
surat dan ayatnya masih terpencar-pencar dan orang yang pertama kali menyusunya
dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Usaha pengumpulan Al-Qur’an
Yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah berdasarkan atas usulan Umar yang khawatir
akan hilangnya Al-Qur’an bersama hilangnya para penghafal Al-Qur’an setelah
terjadi perang Yamamah pada
tahun 12 H yaitu peperangan yang bertujuan menumpas para pemurtad yang
merupakan pengikut Musailamah Al-Kadzdzab telah menyebabkan 70 orang sahabat
penghafal Al-Qur’an mati syahid. Kemudian Abu Bakar menginstruksikan tugas
penghimpunan Al-Qur’an ini kepada Zaid bin Tsabit yang pada awalnya
beliau enggan melakukanya akan tetapi setelah diberi penjelasan oleh Abu Bakar
akan pentingnya penghimpunan Al-Qur’an melihat keadaan umat islam pada zaman
itu beliau melaksanakannya dengan penuh rasa tanggung jawab.
Dalam
melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan kriteria yang ketat setiap ayat yang
dikumpulkannya. Ia tidak menerima yang hanya brdasarkan hafalan tanpa didukung
tulisan. Sesuai pesan Abu Bakar dan Umar kepadanya:
أقعدا على باب المسجد فمن جاء كما بشاهدين علي
شيئ من كتا ب الله فاكتباه.
Artinya:
“Duduklah kalian didekat pintu masjid. Siapa saja yang datang kepada kalian
membawa catatan Al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah”.
من كان تلقى من رسول الله
ص.م. شيأ من القرآن فليأت به وكانوا يكتبون ذلك الصحف والألواح والعسب وكان لايقبل
من أحد شيأ حتي يشهد شهيدان.
Artinya: “Siapa saja pernah mendengar seberapa saja
ayat Al-Qur’an dari Rasulallah sampaikanlah (kepada Zaid). Dan (pada waktu itu)
para sahabat telah menulisnya pada suhuf, papan. Dan pelepah kurma. Zaid
sendiri tidak menerima laporan ayat dari siapa pun sebelum diperkuat dua
saksi.”
Pekerjaan yang dibebankan ke pundak Zaid dapat
diselesaikan dalam waktu kyrang lebih satu tahun, yaiti pada tahun 13 H.
Setelah penulisan ayat-ayat Al-Qur’an ini selesai, kemudian berdasarkan
musyawarah ditentukan bahwa bahwa Al-Qur’an yang sudah terkumpul itu dinamakan Mushaf .
c. Pada masa Umar bin Khattab
Setelah Abu
Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan oleh khalifah Umar. Setelah
Umar wafat, Mushaf itu disimpan Hafshah dan bukan oleh ‘Utsman bin ‘Affan
sebagai khalifah yang menggantikan ‘Umar. Mengapa itu tidak diserahkan
kepada ‘Utsman setelah ‘Umar wafat? Pertanyaan itu logis. Menurut Zurzur,
‘Umar memiliki pertimbangan lain bahwa sebelum wafat, ia memberikan kesempatan
kepada enam sahabat untuk bermusyawarah untuk menentukan salah seorang diantara
mereka yang dapat menjadi khalifah. Kalau ‘Umar memberikan Mushaf kepada salah
seorang diantara mereka, ia khawatir dianggap mendukung sahabat yang memegang
Mushaf tersebut. Oleh karena itu, ia menyerahkan Mushaf yang sangat bernilai
kepada Hafshah terlebih lagi dia adalah istri Nabi dan menghafal Al-Qur;an
secara keseluruhanya.
d. Pada masa ‘Utsman bin ‘Affan
Pada masa
khalifah Usman bin Affan telah banyak para qurro’ulqur’an yang menyebar
di berbagai negara, dengan menyebarnya para qurro’ ini menyebar pula
ajaran-ajaran mereka yang antara Negara yang satu dengan yang lain berbeda. Ketika
terjadi perkumpulan diantara murid-murid mereka sering terjadi pengolok-olokan
antara mereka bahkan antara mereka ada yang mengkafirkan yang lain karena menganggap
bacaanya paling benar dan menganggap bacaan orang lain salah dan tidak sesuai
dengan bacaan Nabi.
Melihat
kejadian yang memprihatinkan ini para sahabat sangat khawatir akan terjadinya
penyimpangan dan perpecahan antara umat islam akhirnya sahabat Nabi yang
bernama Hudzzaifah Al-Yaman mengusulkan kepada khalifah Usman untuk menyatukan
bacaan al-qur’an menurut satu imam yang dipercaya dan masyhur. Khalifah Usman
menyetujui atas usulan sahabat Hudzaifah dan langkah pertama yang dilakukan
yaitu membentuk tim penyalinan al-Qur’an dalam satu mushaf dan satu bacaan yang
beranggotakan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair. Sa’id bin ‘Ash dan
Abdurrahaman bin Haris. Setelah itu Khalifah Usman mengirim surat kepada
Hafshoh untuk berkenan meminjamkan mushaf yang ada pada dirinya yang telah
diamanati oleh Khalifah Abu Bakar untuk menjaganya. Dari surat itu Hafsah juga
tidak merasa keberatan karena apa yang dilakukan oleh Khalifah Usman membawa
dampak yang positif bagi generasi Islam selanjutnya.
Dengan
penuh hati-hati dan penuh tanggung jawab tim ini melaksanakan tugas yang mulia
dengan baik. Setelah penyalinan al-Qur’an ini selesai, barulah Khalifah Usman
mengirim salinan-salinan tersebut ke beberapa Negara agar umat islam bersatu
dalam bacaan yang sesuai dengan mushaf tersebut. Mushaf yang dibuat oleh
Khalifah ini akhirnya dkenal dengan Mushaf Usmani dan mushaf inilah yang sampai
sekarang berada di hadapan kita semua. So What,
Now???
0 Response to "SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN"
Post a Comment