Teknik Menulis Resensi Buku
Thursday, August 27, 2015
Add Comment
Teknik Menulis Resensi Buku
Ditulis tanggal : 09 - 09 - 2011 |
14:41:51
~dan…kebahagiaan
akan berlipat ganda
jika dibagi dengan orang lain~
jika dibagi dengan orang lain~
(Paulo
Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)
Beruntung
orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka
wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi
selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya
akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk
mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka
tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi
problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga
berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi
kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.
Tapi,
bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain,
membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu
ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik
ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat.
Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
1.
Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud
(karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang
memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi,
pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu.
Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang
bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
2.
Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca
bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi
bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap
akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah
melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar
melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca
juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak
sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini…. begitu” setelah membaca
karya resensi.
3.
Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi
Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi
tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam
sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.
4.
Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau
buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang”
tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka
juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku
tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan
lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5.
Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai
masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang
peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya
kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa
dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font
(jenis huruf) mutu cetakan dsb.
Nah,
untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian
orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat
resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;
A.
Tahap Persiapan
1.
Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada
sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi
buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang
pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak
mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait dengan ”
otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang untuk
meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih
paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.
2.
Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak.
Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai
sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak
mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar
untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan
dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).
3.
Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi.
Contoh formatnya sebagai berikut;
Judul
Karya Resensi
Judul
Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
B.
Tahap Pengerjaan
1.
Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara
pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu
dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku
sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu
juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam
buku tersebut.
2.
Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya
resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;
•
Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas).
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
• Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
• Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
• Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
C.
Tahap Publikasi
1.
Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap
media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari
media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
2.
Menyertakan cover halaman depan buku.
3.
Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah
diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa
yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari
penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian
ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya,
persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku,
biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan
meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
*Yons
Achmad. Humas FLP Pusat.
0 Response to "Teknik Menulis Resensi Buku"
Post a Comment