BERBAGAI PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM
Thursday, August 20, 2015
Add Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehadiran agama Islam yang dibawa nabi Muhammad SAW diyakini
dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia,
sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-qur’an dan Hadits tampak
amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif,
menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa
mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.
Menurut Fazlur Rahman secara eksplisit dasar ajaran Al-qur’an
adalah moral yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme dan keadilan
sosial. Tesis ini dapat dilihat misalnya pada ajaran tentang ibadah yang penuh
dengan muatan peningkatan keimanan, ketaqwaan yang diwujudkan dalam akhlak yang
mulia.
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat
secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama
tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar
disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara
yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab mana
kala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis
dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara
operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Dalam memahami agama banyak pendekatan yang dilakukan. Hal
demikian perlu dilakukan, karena pendekatan tersebut kehadiran agama secara
fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.
Berbagai pendekatan tersebut meliputi
pendekatan teologis normative, antropologis, sosiologis, psikologis, historis,
kebudayaan dan pendekatan filosofis. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan
disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu
yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin
Rahman mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai
paradigma.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan Umum
· Mengidentifikasi berbagai
pendekatan dalam studi Islam.
· Menjelaskan pendekatan
normatif dalam studi Islam.
· Menjelaskan pendekatan
sosial humaniora dalam studi Islam.
· Menerapkan beberapa
pendekatan dalam studi Islam.
2. Tujuan Khusus
· Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Metodologi Studi Islam pada jurusan Syari’ah Muamalah wal Iqtishad di
Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
· Sebagai bahan referensi
bagi mahasiswa IAIN Ar-Raniry untuk mempelajari mata kuliah Metodologi Studi
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDEKATAN TEOLOGIS
NORMATIF
Pendekatan teologis normatif dalam memahami
agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan
menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa
wujud empirik dari suatu agama dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan
dengan lainnya. Amin Abdullah mengatakan bahwa teologi, sebagai mana kita
ketahiu tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas
terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan
bahasa yang bersifat subyektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai
pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.
Menurut pengamat Sayyed Hosein Nasr, dalam
era kontemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran
keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis, dan tradisionalis. Ke empat
prototipe pemikiran keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan
dengan begitu saja. Masing-masing mempunyai ”keyakinan” teologi yang sering
kali sulit untuk didamaikan.
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui
bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang
menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing
bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai
yang paling benar sedangkan lainnya sebagai salah.
Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan
teologis semata-mata tidak dapt memecahkan masalah esensial pluralitas agama
saat sekarang ini.
Berkenaan dengan hal diatas, saat ini
muncullah apa yang disebut dengan istilah teologi masa kritis, yaitu suatu
usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya,
suatu penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks
permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub : teks dan
situasi : masa lampau dan masa kini.
B. PENDEKATAN FILOSOFIS
Secara harfiah kata filsafat berasal dari
kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Selain itu,
filsafat dapat berarti pula mencari hakikat sesuatu, berusaha menurutkan sebab
dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam
kamus umum bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas,
hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada dialam semesta ataupun mengenai
kebenaran dan arti ”adanya” sesuatu. Pengertian filsafat yang umumnya digunakan
adalah pendapat yang dikemukakan Sidi Gazalba. Menurut filsafat adalah berfikir
secara mendalam, sitemik radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran,
inti, hikma atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada.
Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asa
dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah.
C. PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang
didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu,
objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.[1] Menurut
ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu
terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dal peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seorang diajak
menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat emiris dan mendunia. Dari
keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara
yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan
dalam memahami agam, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkrit
bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini
Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal
ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-qur’an ia
sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan Al-Qur’an itu terbagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua
berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini
kta mendapati banyak sekali istilah Al-Qur’an yang merujuk kepada
pengertian-pengertian normative yang khusus, doktrin-doktrin etik,
aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah
atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep
yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu Al-Qur’an, atau bisa jadi
merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep
relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu kemudian
dintegrasikan ke dalam pandangan dunia Al-Qur’an, dan dengan demikian, lalu
menjadi konsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini, kita mengenal
banyak sekali konsep baik yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang
Allah, Malaikat, Akhirat, Ma’ruf, munkar dan sebagainya adalah termasuk yang
abstrak. Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.
Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi
konsep, Al-Qur’an bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai
nilai-nilai Islam, maka pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan
perumpamaan Al-Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh
hikmah.[2]
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang
diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu
peristiwa. Dari sini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari
konteks historisnya. Seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara benar
misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya Al-Qur’an atau
kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya Al-Qur’an yang selanjutnya disebut
dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi sejarah turunnya ayat
Al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang
terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan
untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak
menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari
keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara
yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
D. PENDEKATAN ANTROPOLOGI
Pendekatan antropologi dalam memahami agama
dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat
wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui
ini pendekatan agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
a. Antropologi Sebagai Bidang
Ilmu Humaniora
Antropologi adalah sebuah ilmu yang
didasarkan atas observasi gartisipasi yang luas tentang kebudayaan, menggunakan
data yang terkumpul, dengan menetralkan nilai, analisa yang tenang (tidak
memihak) menggunakan metode komgeratifi.[3]
Tugas utama antropologi, studi tentang
manusia adalah untuk memungkinkan kita memahami diri kita dengan memahami
kebudayaan lain. Antropologi menyadarkan kita tentang kesatuan manusia secara
esensil, dan karenanya membuat kita saling menghargai antara satu dengan yang
lainnya.[4]
Sedangkan Humaniora atau Humaniteis adalah
bidang-bidang studi yang berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan
berusaha menambah martabat kepada penghidupan dan eksitensis manusia menurut
Elwood mendefinisikan ”Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral
manusia terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia
adalah makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun
sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan
merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama,
filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora
adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.[5]
Jadi antara antropologi dan humaniora
hubungannya sangat erat yang kesemuanya memberikan sumbangan kepada antropologi
sebagai kajian umum mengenai manusia. Bagi para humanis bahan antropologis juga
sangat penting. Dalam deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli
etnografi tradisional biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale,
menguraikan artifak, musik dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga
menjadi subjek analisa bagi para humanis dengan menggunakan alat-alat
konseptual mereka sendiri.[6]
b. Ilmu-ilmu Bagian Dari
Antropologi
Di universitas-universitas Amerika,
antropologi telah mencapai suatu perkembangan yang paling luas ruang lingkupnya
dan batas lapangan perhatiannya yang luas itu menyebabkan adanya paling sedikit
lima masalah penelitian khusus:
1. Masalah sejarah asal dan
perkembangan manusia (evolusinya) secara biologis.
2. Masalah sejarah terjadinya
aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tumbuhnya.
3. Masalah sejarah asal, perkembangan
dan persebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia diseluruh dunia.
4. Masalah perkembangan
persebaran dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia.
5. Masalah mengenai asas-asas
kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang
tersebar diseluruh bumi masa kini.
c. Signifikasi Antropologi
Sebagai Pendekatan Studi Islam
Pendekatan antropologi dalam memahami agama
dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat
wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui
pendekatan ini, agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang
dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan
kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologis dalam
melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam
kaitan ini sebagaimana dikatakan Powam Rahardjo, lebih mengutamakan langsung
bahkan sifatnya partisipatif.[7]
E. PENDEKATAN SOSIOLOGI
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup
bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu
ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.
Dari dua definisi terlihat sosiologi adalah
ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur,
lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.
Jalaluddin Rahman dalam bukunya yang berjudul
Islam Alternatif, menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal
ini Islam terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
1. Pertama, dalam Al-Qur’an atau
kitab-kitab hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan
dengan urusan muamalah. Menurut Ayatullah Khomaeni dalam bukunya Al-Hukumah
Al-Islamiyah yang dikutip Jalaluddin Rahman, dikemukakan bahwa perbandingan
antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah
satu berbanding seratus – untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah
(masalah sosial).
2. Kedua, bahwa ditekankannya masalah
muamalah (sosial) dalam Islam ialah adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah
bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang penting, maka ibadah boleh
diperpendek atau ditangguhkan (tentu bukan ditinggalkan), melainkan dengan
tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.
3. Ketiga, bahwa ibadah yang
mengandung segi kemasyarakan diberi ganjaran lebih besar dari pada ibadah yang
bersifat seorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara berjamaah dinilai
lebih tinggi nilainya dari pada shalat yang dikerjakan sendirian (munfarid) dengan
ukuran satu berbanding dua puluh derajat.
4. Keempat, dalam Islam terdapat
ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal karena
melanggar pantangan tertentu maka kifaratnya (tembusannya) adalah melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial.
5. Kelima, dalam Islam terdapat ajaran
bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari
pada ibadah sunnah.
Ilmu sosial dapat digunakan sebagai salah
satu pendekatan dalam memahami agama. Hal ini dapat dimengerti karena banyak
bidang kajian agama yang baru dipahami secara imporsional dan tepat apabila
menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosila. Pentingnya pendekatan sosial dalam
agama sebagaimana disebutkan diatas, dapat dipahami, karena banyak sekali
ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama
terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu
sosial sebagai alat untuk memahami agamanya.[8]
Maksud pendekatan ilmu sosial ini adalah
implementasi ajaran Islam oleh manusia dalam kehidupannya. Pendekatan ini
mencoba memahami keagamaan seseorang pada suatu masyarakat. Fenomena-fenomena
keislaman yang bersifat lahir diteliti dengan menggunakan ilmu sosial seperti
sosiologi, antropologi dan lain sebagainya. Pendekatan sosial ini seperti apa
perilaku keagamaan seseorang didalam masyarakat apakah perilakunya singkron
dengan ajaran agamanya atau tidak. Pendekatan ilmu sosial ini digunakan untuk
memahami keberagamaan seseorang dalam suatu masyarakat.[9]
BAB III
PENUTUP
Dalam studi Islam dikenal adanya beberapa metode
yang dipergunakan dalam memahami Islam. Penguasaan dan ketepatan pemilihan
metode tidak dapat dianggap sepele. Karena penguasaan metode yang tepat dapat
menyebabkan seseorang dapat mengembangkan ilmu yang dimilikinya. Sebaliknya
mereka yang tidak meguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu, dan bukan
menjadi produsen. Oleh karenanya disadari bahwa kemampuan dalam menguasai
materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang metodologi
sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.
Diantara metode studi Islam yang pernah ada
dalam sejarah, secara garis besar dapat dibagi menjadi dua. Pertama, metode
komparasi yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek
yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya. Dengan cara yang
demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang objektif dan utuh. Kedua metode
sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memandukan antara metode ilmiah
dengan segala cirinya yang rasional, abyektif, kritis, dan seterusnya dengan
metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang
nampak dalam kenyataan histories, empiris, dan sosiologis. Sedangkan metode
teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab
suci. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dari meyakini
Islam sebagai agama-agama yang mutlak benar. Hal ini didasarkan karena agama
berasal dari Tuhan, dan apa yang berasal dari Tuhan mutlak benar, maka agama
pun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagai norma
ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara
keseluruhan diyakini amat ideal.[10]
Metode-metode yang digunakan untuk memahami
Islam itu suatu saat mungkin dipandang tidak cukup lagi, sehingga diperlukan
adanya pendekatan baru yang harus terus digali oleh para pembaharu. Dalam
konteks penelitian, pendekatan-pendekatan (approaches) ini tentu saja mengandung
arti satuan dari teori, metode, dan teknik penelitian. Terdapat banyak
pendekatan yang digunakan dalam memahami agama. Diantaranya adalah pendekatan
teologis normative, antropologis, sosiologis, psikolohis, histories,
kebudayaan, dan pendekatan filosofis. Adapun pendekatan yang dimaksud disini
(bukan dalam konteks penelitian), adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama. Dalam hubungan ini, Jalaluddin Rahman mendasarkan bahwa agama dapat
diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka
paradigmanya. Karena itu tidak ada persoalan apakah penelitian agama
itu penelitian ilmu sosial, penelitian filosofi, atau penelitian legalistik
0 Response to "BERBAGAI PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM"
Post a Comment